Hanya segelintir orang yang kenal dengan makanan yang satu ini. Terutama yang berasal dari kota Tanjung Balai dan yang merupakan fans berat nasi Ayi ini. Anak MaMa yang satu ini juga nggak bakalan tahu tempat ini kalo dulu nggak diajakin mantan kemari.
Makanan yang paling dijagokan sekaligus sebagai hero utama di RM Yen Yen adalah Nasi Ampera. Bagaimana tidak, Nasi Ampera adalah makanan yang diciptakan dan dipopulerkan oleh Ayi Ayen dan terbukti dengan pencapaiannya yang sudah berjualan selama lebih dari satu dekade (10 tahun). Kemudian pindah ke Medan dan sampai hari ini sudah berjualan selama 3 tahun.Because, her neighbors started to sell the same idea and food when she was still in Tanjung Balai.
Ayi Ayen. Profesi dan celemek tidak nyambung? Bukan masalah. Yang penting makanannya.
Sebagai pembuka, gue pesan Nasi Perang yang dijajakan di bagian depan toko dalam kotak gabus. Ada2 pilihan topping yang ditawarkan di sini, udang dan ikan. Mengingat pengalaman sebelumnya bahwa Nasi Ampera ini jumlahnya luar biasa jumbo, maka kami cuma ngambil 1 bungkus nasi perang dengan topping udang.
Dan isinya benar-benar hanya udang, tapi jumlahnya ada beberapa potong dan tergolong berukuran besar untuk porsi Nasi Perang. Presentasinya pun bagus. Jarang sekali gue lihat ada penyajian Nasi Perang yang begitu rapi. Soal rasa, nggak bisa diragukan lagi.
Untuk harga yang cuma 6rb saja, kami dapat nasi lemak yang aroma santannya dapet dan sambal udangnya bener-bener sesuai untuk penggugah hidangan utama kami. Overall, untuk harganya yang sangat ekonomis, menawarkan porsi yang cukup besar dan rasa yang pantas mendapat posisi spesial di hati, puas.
Nasi Perang (6rb)
We move to the next course, the main course. Dua piring besar Nasi Ampera diantarkan di hadapan kami. Nah, buat kamu yang belum tahu, ada sedikit tips cara makan Nasi Ampera nih biar maksimal. Semua sayur yang ada di piring juga sambalnya dicampurkan ke nasi dan diaduk rata. Voila! Silahkan dinikmati.
Nasi Ampera (19rb)
Mari kita kupas isi dari Nasi Ampera ini. Pertama yang mau kusoroti itu Tumis Buncisnya. Tidak seperti tumis buncis biasa yang hanya terdiri dari wortel dan buncis, tapi Ayi ini menambahkan cabai merah dan hijau, ebi (udang kering) dan juga ikan teri. Coba bayangkan betapa gurihnya si tumis buncis, dan tentunya tanpa micin yang berlebih.
The best is yet to come! Terlepas dari loe manusia cabai or bukan, sambal Ayi ini harus dan wajib banget dicoba dan dicampurkan ke nasi. Menurut gue pribadi sih, selain dari tumis buncisnya yang ciamik banget, sambal Ayi ini juga berperan penting dalam menambah rasa dari Nasi Amperanya. Bahkan temen gue justru jagokan cabai Ayi ini daripada pernak-perniknya yang lain.
Untuk ayam goreng dan labu jipangnya tidak ada karakteristik yang mencolok, tapi rasa yang ditawarkan tetap top markotop. Ayamnya garing di luar tetapi lembut di dalam, tanpa terasa sedikit pun rasa alot. Untuk rasa ayamnya sih masih kurang konsisten dari beberapa kunjungan kami. Kadang bener-bener menangin hati kami, kadang terasa just so-so.
Anyway, buat kamu yang kurang cocok dengan ayam, di sini tersedia ikan pari sebagai pengganti ayam goreng. Since I didn’t taste the fish, I can’t tell you much. But, menurut temen gue, ikannya tidak berbau amis dan teksturnya cukup lembut.
Oh ya, bertepatan dengan kunjungan kami, Ayi ini lagi sibuk-sibuknya nyiapin paket pesanan partai untuk customer. Awalnya gue kira Ayi ini menjual secara online untuk paket makan siang karyawan atau mahasiswa, soalnya dari jam 12 siang ke atas, Ayi ini ada menyediakan Chinese Food untuk customer. Jadi, buat kalian yang mau pesan Nasi Ampera partai besar untuk acara tertentu ya bisa banget dipesan di sini.
Lokasinya cukup gampang ditemukan, gampang banget malahan. Dari Jalan Sutrisno belok ke Jalan Kapten Jumhana, perhatikan ruko di barisan kanan dan cari nama RM Yen Yen dengan ciri khas warna kuning. Tapi kalo kamu datangnya pas Senin ya, so sorry ma fren, tokonya tutup. Jadi, pilih hari yang lain ya.^^
RM Yen Yen
Jalan Kapten Jumhana No 128C (dekat Jalan Sabaruddin)
Buka: 07.30-15.00 WIB HARI SENIN TUTUP #nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/Fe7oT6eWCrs
Ternyata bantuan GPS dan sepenggal ingatan yang samar-samar dari Hardy, salah satu anak MaMa, tidak mampu mengantarkan kami ke depan pintu gerbang kemerdekaan perut kami dari rasa lapar. Singkatnya, kami nyasar.
Setelah kami belok sana sini masuk ke jalan-jalan arteri, akhirnya kami menemukan titik cerah. Sebenarnya tidak sulit amat ditemukan, hanya saja jalannya yang kecil dan memiliki banyak simpang cukup membingungkan. You may try to follow our guide by the end of this article. Keep reading.
Seperti inilah penampakan Mie Sop Bu Tuti
Jauh banget dari bayanganku yang berpikir tempatnya bakalan acak-acakan dan cenderung terlihat kotor, ternyata tempat ini sebaliknya. Ruangan utamanya bersih dan dapur tempat meracik Mie Sop juga ditata rapi. Mungkin akan terasa sedikit gelap karena ruangannya agak tertutup dan hanya menyisakan ventilasi kecil di bagian atas untuk jalan masuk cahaya.
Okay, we move to the main topic, the foooooood. Buat kamu yang belum tahu, mie sop itu bedanya sama mie bakso adalah dia nggak pake bakso. Ya kalo pake bakso ya namanya mie bakso. Jadi mie sop itu isinya daging ayam saja.
Menurut gue pribadi sih, kesulitan terbesar jualan mie sop itu ada di kuahnya. Since they don’t use any meatballs as the main hero, jadi otomatis nilai jualnya tidak terletak pada bakso dan justru pada kuahnya. Nah, Bu Tuti ini berhasil meracik kuah baksonya secara apik dan mampu memenangkan hati kami semua yang datang saat itu.
Mie Sop Ayam (13rb)
Dan tidak hanya aroma kuahnya yang mengejutkan, jumlah potongan ayam yang diberikan juga sangat generous. Seketika mata kami berbinar dan semakin memicu cacing di perut kami untuk demo nggak karuan. Langsung saja deh sesuap demi sesuap kami jajah mie sopnya.
Perlu dijadikan catatan, ayamnya sangat empuk untuk ukuran mie sop kalo dibandingkan dengan ayam di tempat lain yang agak alot (apa lagi yang main hero-nya bukan ayam).
Gue sampe drooling nengok nih foto :p
Sebagai pendamping makanan kami, kami pesan seporsi hati ayam dan ampelanya. Sama seperti daging ayamnya tadi, jumlah yang diberikan bener-bener nggak pake logika, dermawan banget Bu Tuti ini. Apalagi soal harganya, cuma 6ribu doang semangkok gini. Sungguh sebuah cahaya surga bagi penikmat makanan di kota Medan. Kalo semua penjual makanan di Medan kek gini mah gendot lahhhh.
Hati dan Ampela Ayam (sebanyak ini cuma 6rb)Dicampur kecap manis sama cabainya lebih aduhai.
Kata Bu Tuti, beliau sudah berjualan mie sop sejak tahun 1983. Kalo diitung-itung sudah 35 tahun Bu Tuti memanjakan lidah pelanggannya.
Sempat ada salah satu dari kami yang mengatakan bahwa harganya yang bersahabat disesuaikan sama target marketnya yang merupakan warga lokal. Kalo menurut gue, di luar dari benar tidaknya, Bu Tuti memang sosok dermawan karena pedagang pada umumnya udah pasti mengurangi bahan baku makanannya untuk disesuaikan dengan harganya.
Bu Tuti, ownernya.
Anyway, sate rendangnya boleh kamu coba juga. Ada dari kami yang mengatakan kalo satenya agak asin tapi gue sendiri suka sih sama satenya. Jajanan seperti keripik dan kerupuk mie yang dijajakan di dekat pintu masuk juga merupakan pilihan yang tepat untuk menambah rasa Mie Sop-mu. Harganya sangat-sangat masuk di akal dan masuk di budget.
Sate Rendang (3rb doang)Aneka jajanan (2,5rb).
Oh ya, soal lokasinya cukup susah susah gampang. Kamu bisa masuk melalui jalan Karya Pembangunan (sebelah Hermes Place Polonia), lalu berbelok ke Jalan Karya Dharma, belok ke Jalan Karya Sejati dan terakhir belok kanan ke Jalan Karya Bersama. Ikuti saja jalan itu dan perhatikan sebelah kanan jalan, perhatikan tulisan Mie Sop Bu Tuti yang agak sedikit tertutup.
Kalo terlihat ada mural seperti ini di jalan Karya Bersama berarti jalanmu sudah benar, kawan.
Ada info soal tempat-tempat lain yang seperti ini? Sebuah legenda yang tidak terpublikasi? Kasih tahu kami ya dengan komentar di bawah. ^^
Urusan ‘hidden gem‘, Lapau Bang Des ini boleh masuk ke dalam kategori ‘rumah makan yang susah dicari tempatnya’. Lah gimana engga, sampe masuk gang kecil yang berkelok. Kalo bukan karena langganan lama atau word of mouth, sudah pasti tak jumpa!
Oke, jadi biar ga penasaran, gue jelasin aja dulu lokasinya (atau kalo lu advanced ya tinggal google maps ‘lapau bang des’). Basically, dari Jalan Sisingamangaraja, masuk ke dalam Gg. Keluarga. Gang ini dekat dengan Outlet Bolu Meranti atau seberang Hotel Garuda Plaza.
Nah, gang ini bentuknya melingkar dan satu arah. Jadi buat kamu yang naik mobil, ya siap2 parkir aja begitu ketemu lapangan luas.
Parkir di halaman luas dulu, baru jalan kaki
Rumah makan ini udah pasti ga susah ditemukan, karena sterlingnya terpampang di depan rumah.
Tempat makan yah…seadanya. Beberapa meja buat dine in doank (karena kebanyakan juga bungkus pulang). Kebetulan kami datangnya agak siangan jadi ga begitu rame tapi sayangnya ada beberapa item yang sold out.
Bole pilih dulu lauk yang dikehendaki, jadi lebih efisien saat hidangan disajikan
Tips agar lebih mudah dan cepat–Pesan dulu lauk sebelum duduk, jadi begitu hidangan disajikan, sudah pasti menu itu yang mau diembat semua, daripada disajikan banyak hidangan dan kalap hehehe *akhirnya bayar extra*
Sudah pasti habis semua kalo begini
Jadi, nasi tipe lapau gini biasanya dimulai dengan sepiring nasi putih yang udah disiram kuah gulai, dikasi sayur dan sambal. That’s the base. Lalu sisanya dihitung per item seperti telur dadar, ikan, ayam, dll. (*Klik untuk memperbesar*)
Soal rasa sendiri sebenarnya tergolong lezat dan nikmat, karena harga yang dibayar ternyata murah! Namun kunjungan perdana ini ga meninggalkan something remarkable, if compared to Warung Kak Yus yang punya andalan Ikan Acar. I don’t know, maybe I’m missing something special here?
Berlima makan ga nyampe 25rb seorang dengan lauk begini.
Rumah Makan Lapau Bang Des
Jalan Sisingamangaraja Gg Keluarga (Google Maps)
Buka siang hari
Sejak rumah susun dibongkar untuk diperbarui menjadi Apartemen Sentraland, Mie Balap Anie atau saat itu bernama Anie Kwetiau Tancap pun kena imbasnya. Anie sekarang menempati lokasi baru di Jalan Asia Indah yang berjarak beberapa ruko dari Zeribowl.
Ci Anie sang maestro di belakang wajan besar Mie Balap Anie
Jika biasanya pembeli harus rela antri sambil berdiri lama-lama di PINGGIR JALAN (dan biasanya bikin macet), maka di tempat baru ini pembeli bisa membeli sambil menunggu di dalam ruko. Untuk dine-in juga pastinya tempat ini lebih nyaman dibanding dengan yang sebelumnya. Seperti yang terlihat pada artikel kita sebelumnya di bawah ini.
Sumpah, kami gak endorse sales mobil. Ini kebetulan difoto saja.
Berbarengan dengan kedatangan kami, Ci Anie dan asistennya sedang mempersiapkan nasi gorengnya. We can see the whole process of the making of fried rice. Di sela-sela Ci Anie masak, kami iseng nanya kalo sewajan besar nasi goreng itu biasanya bisa untuk berapa bungkus. Coba tebak, guys.
Sekitar 50 porsi atau bungkus yang bisa disajikan ke pembeli. Pastinya sih tetap lebih dari 40 porsi yang bisa didapat.
Paling best kalo dimakan saat masih panas
Kalo lihat tenaga yang dikeluarkan Ci Anie untuk masak sebanyak ini rasanya ngeri. Jangan bikin dia ngamuk, silap-silap bisa kena bogem mentah dari otot tangannya.
Gitu siap langsung saja kami request bikinkan 1 porsi nasi goreng. Nah, masukkan dari salah satu anak MaMa yang nakal, katanya disini bisa apply cheat code. ← → ← → ↑ ↓ X O (Cheat activated) ‘tambah 2 ribu applied‘. Jadilah nasi goreng versi jumbo. Cuma tambah 2ribu saja yang dari normalnya 5ribu, porsi yang didapat bisa dibilang tidak berlogika (baca: tidak sebanding).
Nasi Goreng versi goceng. Untuk versi 7rb silahkan langsung ke lokasi saja ya.
Seperti sebelumnya juga, menu Ci Anie tidak terbatas hanya pada nasi goreng. Mie, Kwetiau dan Bihun juga menjadi gacok-gacok Ci Anie yang setiap malam sold out. You may request a portion that mix these 3 kinds of noodles too. Gabungin aja. Seperti anak MaMa yang request untuk buat tiga rasa dan digoreng dengan telur dan daging.
Mie Tiga Rasa goreng telur dan daging (cuma 20rb saja)
Dengan harga 20ribu untuk porsi di atas sih udah gak komen lagi. Sama seperti rasanya, untuk harga segitu uda cocok banget di lidah. Sebagai budget meal mu kalo di bulan tua, kamu boleh coba main-main ke tempat Ci Anie ini. Lumayan biar dompetmu selamat sampai gajian.
Apakah porsi diatas mau dijadikan #Alamak berikutnya, guys? Jawab di section comment ya.
Salah satu rahasia sedapnya Mie Balap Anie, arang dan suhu bara api.Ada berbagai jenis kerupuk juga untuk dampingi mie balapmu.
Overall, kami puas dengan kunjungan kali ini. Tempatnya yang lebih rapi dan juga harganya yang sangat bersahabat menjadi nilai plus untuk Mie Balap Anie. Buat kamu yang tahu cheat code lainnya di tempat ini, share ke MaMa ya! ^^
Mie Balap Anie
Jalan Asia Indah, sebarisan Zeribowl.
Buka: jam 18.00–23.00
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/97mPG4vWsnt
Jadi ceritanya anak MaMa hari ini pada minta Nasi Goreng. Tapi, kalau ke nasi goreng yang di Semalam Suntuk kan udah sering, Jalan Pemuda juga udah sering. Coba deh kami explore ke Nasi Goreng lain di kota Medan. Eh, ternyata bahkan ada nasi goreng yang belum pernah MaMa kunjungi loh! Penasaran? Baca terus deh ke bawah.
Nasi Goreng Istana
Lokasi ketemuan anak MaMa malam ini menjadi persinggahan pertama dalam petualangan mencari jejak Nasi Goreng Anti-Mainstream malam ini. Nasi Goreng Istana namanya. Kata abang yang lagi bungkusin nasi gorengnya sih Nasgor di sini sudah mulai berjualan dari tahun 1999. Ettt dah!
Nasi Goreng (14rb)
Ketika disajikan sih gue sempat kebingungan, ini sendok kenapa mesti kali ya diletakkan di bawah? Tapi ternyata perut gue uda demo duluan sebelum sempat nanya ke si abangnya. Terakhir, gas-kan ajalah buat habisin Nasgornya.
Dengan aroma rempah yang kuat dan nasinya yang pulen tapi digoreng kering, perpaduannya bener-bener melebihi ekspektasi anak MaMa. Berbanding terbalik dengan nilai higienitasnya yang bisa dibilang kotor karena debu pinggir jalan, penilaian gue soal rasaya justru pantas ditempatkan di posisi yang spesial di hati.
Nasi tambah (3rb)
Jangan khawatir nggak kenyang deh karena, nasi goreng tambahan langsung diantarkan bersamaan dengan porsi utamanya.
Nasi Goreng Istana
Jalan Brig. Katamso Simpang Jalan Ir. H. Juanda (Lokasi)
Mulai jualan pukul 18.30 hingga larut malam
Nasi Goreng Mojopahit
Nasi Goreng Spesial (23rb)
Kalau lihat Nasi Goreng di atas, rasanya kata “lengkap” udah nggak cukup. Toppingnya yang banyak ini merupakan bagian dari Nasi Goreng Special-nya Nasgor Mojopahit. Dimulai dari bakso ikan, cumi, udang, dan juga telur tampil menawan menghiasi Nasi gorengnya yang juga dimasak menggunakan rempah-rempah buatan sendiri.
Nggak cukup sepiring, kami juga pesen Nasi Goreng Kampung atau sama sebagian orang menyebutnya Nasi Goreng Putih.
Nasi Goreng Kampung (15rb)
Ternyata Nasi Goreng Kampung ini lebih jago lagi merebut hati anak MaMa dibanding Nasi Goreng Spesial tadi. Size doesn’t matter, taste does!
Setelah beberapa suapan, anak MaMa ada yang menyadari bahwa Nasi Gorengnya ini terasa sedikit lebih asin daripada Nasi Goreng Istana yang tadi. Ada anak MaMa yang suka, ada juga yang tidak. Kembali ke personal preference ya soal suka nggaknya.
Nasi Goreng Mojopahit
Jalan Mojopahit simpang Jalan Gajah Mada (Lokasi)
Nasi Goreng Mas Joko
Ada anak MaMa sendiri yang rekomen tempat ini ke MaMa. Tempat ini sebenarnya belum pernah kami kunjungi sih and ini bisa jadi yang pertama kali. Maybe we’ve visited but we forgot.
Dari nasi gorengnya sendiri lebih ke arah nasi goreng buatan rumah. Bener-Bener extraordinary karena paling berbeda dari nasi goreng lainnya. Prosesnya yang ditumis bersama dengan ikan teri membuat nasi gorengnya harum.
Nasi Goreng + Telur (12rb)
Hanya dengan topping telur dadar, ternyata nasi gorengnya mampu menawarkan rasa yang di atas ekspektasi. Meski ada beberapa anak MaMa yang lebih suka nasi goreng di Mojopahit atau Istana.
Karena tampilan nasi gorengnya yang cukup sederhana, Mas Joko menyediakan beberapa makanan tambahan untuk menendang rasa nasi gorengnya. Misalnya seperti acar ikan atau kalau lagi ada stock kamu bisa menjumpai menu tambahan lainnya.
Nasi Goreng Mas Joko
Jalan Sekip simpang Jalan Meranti (Lokasi)
Nasi Goreng Daus
Setelah kunjungan anak MaMa ke Nasi Goreng Daus yang asli berada di Aceh beberapa waktu lalu, rasanya ingin mengingat kembali sensasi Nasi Goreng Daus ini di Medan. Ternyata di Jalan Gagak Hitam/ Ring Road telah dibuka satu cabang dari Nasi Goreng Daus. Apakah rasanya sama?
Nasi Goreng Sapi
Sedikit di luar ekspektasi, Nasi Gorengnya tidak begitu mirip dengan yang kami rasakan di Banda Aceh. Dengan topping seafood ataupun telur keduanya menampilkan rasa yang sama. But, boleh di bilang bumbu sambal dari Nasi Goreng Seafood-nya mampu menambah poin dari Nasi Goreng Daus ini di hati anak MaMa.
Untung saja sedikit kekecewaan MaMa terbayarkan dengan adanya cabai hijau goreng yang rasa pedasnya tidak lagi sepedas cabai hijau mentah. Cabai Goreng beginian mungkin cukup jarang ditemukan di gerai-gerai Nasi Goreng lain di Kota Medan. Dan mungkin, untuk Cabai Gorengnya, anak MaMa mau kembali ke sini.
Nasi Goreng Daus
Jalan Gagak Hitam/Ring Road (Lokasi)
Nah, kalau kamu punya daftar Nasi Goreng yang extraordinary lainnya dan tentunya anti-mainstream, coba kasih tahu MaMa dengan komen di bawah ya! ^^
So, it was a short time for me to stay at Pakam City this Lunar New Year’s Celebration. Tapi untungnya, waktu gue cukup untuk menikmati kulineran Lubuk Pakam dan mengembalikan kenangan masa kecil.
Untuk kamu yang berencana ke kota Pakam atau mungkin sedang di Pakam tapi kamu run out of idea untuk kulineran di sini, kamu bisa ikutin beberapa legendary street food guide yang gue rangkum ini.
Kedai Kopi Jengkol
Kedai kopi yang satu ini umurnya udah sangat-sangat senior. Kalau kamu lahirnya di tahun 1956, nah, umur kamu sama dengan kedai ini. Kedai kopi ini sangat membekas di memori masa kecil gue karena gue yang sering banget iseng ‘ngemis’ Ang Bak atau Char Siew.
Mie Pangsit (13rb)
Mie Pangsit Jengkol?
Tidak kalah seniornya adalah Mie Pangsit Jengkol yang dijual di sini. Tipikal mie keriting dan berukuran diameter mie yang lebih besar daripada mie ala Tebing Tinggi adalah favorit pribadi gue.
Dengan jumlah mie, charsiew, daging cincang kecap, bak yiu phok dan pangsitnya yang berjumlah dua biji bener-bener membuktikan ukuran porsinya yang generous. Please take note that Char Siewnya tidak di cincang kecil-kecil seperti di Medan, tetapi diiris lebar dan tebal. Bener-bener sebuah surga buat pecinta Char Siew!
Jangan lewat jam 11 siang ya kalau kamu mau menikmati mie pangsit Jengkol ini, soalnya mereka mulai berjualan di jam 6 pagi dan sudah diburu oleh pelanggan dari berbagai kota. YES! Berbagai kota, termasuk Medan, Tebing Tinggi dan bahkan masyarakat Siantar rela jauh-jauhan buat nikmatin Mie Pangsit Jengkol ini.
Kesan hangat dan pembauran antar budaya tidak terasa senjang di kedai kopi ini.
Masa klasik Mata Jengkol
Buat kamu yang hobby fotografi, boleh coba nih dijelajahi seluruh isi kedai kopi, mulai dari interior dan eksteriornya masih original dari tahun 1956.
“Plafon dan besi pembatas di atas pintu ini bahkan umurnya lebih tua dari saya“, kata penerus generasi kedua Kedai Kopi Jengkol ini. Oh ya, nama Jengkol itu bukan karena mie-nya terbuat dari jengkol ya. Tapi karena pemiliknya memiliki sebutan “mata jengkol” karena matanya yang besar.
Teralis besi ini yang katanya lebih tua dari pemilik yang sekarang ini.
Kedai Kopi Jengkol
Jalan Sutomo simpang Jalan Tengku Cik Ditiro, Lubuk Pakam
Buka: 06.00 – 11.00 WIB
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/g7zKrXsYJTr
Nasi Ayam Monita
Sasaran kemurkaan perut gue yang berikutnya adalah ke Nasi Ayam ini. Disebut Monita (mungkin oleh keluarga gue saja sih, but why not we make it viral with this name instead of ‘tanpa nama’) karena dulunya lokasi ini merupakan bekas Salon Monita.
Satu hal yang paling gue inget dari ini tempat: ‘gerah’. Karena dapurnya si Ayi berada tepat di tengah ruangan utama tempat kami makan. Tapi bukan itu intinya. For me, makan sambil panas-panasan itu bikin makin semangat buat ngunyah, How about you?
Kurang generous apa lagi Nasi Ayam Monita ini?
Sepertinya makanan di kota Pakam pada generous-generous semua. Seporsi besar Nasi Ayam ini luengkaaaap banget. Dari sambel kentang dan udang yang ukurannya cukup besar, char siew yang lebar dan tebal, lap cheong yang juicy dan berlemak, telur kecap, dan si dia yang dijagokan ayam gorengnya yang kalau dibentangkan bisa menutupi seluruh nasinya.
Nasi Ayam (22rb)
CUMA 22 RIBU, kamu bisa dapatin itu semua di atas. Plus! Makanan-makanan di atas itu tidak dibuat sembarangan dengan dasar pemikiran ‘yang penting murah’. Nasinya bener-bener harum dan telur kecapnya terasa sampai ke dalam, tidak cuma sekedar berwarna kecoklatan doang.
Maestro dapur kebanggaan nasi ayam monita
Anw, menurut orang tua gue (CMIIW), Char Siew di pelaku bisnis kuliner di Pakam ini pada dibuat sendiri. Jadi bisa save cost dan pastinya bisa diberikan dalam jumlah yang banyak. Sama seperti Char Siew pada mie pangsit jengkol tadi.
Nasi Ayam Monita
Jalan Sutomo, sebelah Rumah Makan Surya, Lubuk Pakam
Buka: 07.00 – 13.00 WIB
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/cxQg3kGK41w
Bakso Simpang Ria
Dulu saat gue masih sering lari-larian di sekitaran Jalan Tengku Fachruddin di Pakam, Bakso Ria ini yang paling sering kusinggahi buat ngisi perut. Without me knowing that this stall has been doing business since the 80’s.
Personally, what I like about this place is…baksonya. Sebenarnya tidak berbeda jauh dengan bakso-bakso keliling di Medan, which isbaksonya terasa lebih kenyal. Tapi memang, gue pribadi suka yang seperti itu.
Kuahnya…
Kuah yang disuguhkan bersamaan dengan mie juga terasa kuah kaldunya (kadang-kadang ada penjual yang lebih fokus ke baksonya sehingga kuahnya terasa hambar). Gue tipikal orang yang kalo makan bakso meski nyampurin kecap manis, saos sambal, dan cabai hijaunya langsung ke dalam kuah. So for me, it tasted a lot better!
Indomie Bakso (10rb)
Untuk kamu yang sering kehabisan tempat duduk
Nah, di sore hari sih biasanya tempat ini bakalan penuh banget dengan fans garis kerasnya Bakso Simpang Ria. Kamu bisa kunjungi ke ‘cabang’nya yang HANYA berjarak 5 kios jualan dari kios tadi. Tempatnya lebih luas dan ada kios rujak yang terkenal tepat di belakang kios bakso ini. Ulasan tentang rujaknya bakalan gue hadirkan lebih lengkap di bawah.
Warung Bakso dan Mie Ayam Pak Kumis & Bu Gendut
Jalan Tengku Fahruddin, sebarisan sekolah Nusantara, Lubuk Pakam
Buka: sampai habis
#halal
Lokasi: https://goo.gl/maps/YabFpceJVyz
Warung Es Ahua
Biasanya sih kalau uda masuk jam-jam 3 sore gitu ngidemnya yang dingin-dingin. Di Pakam ini tujuannya kalau nggak di Teng-Teng Achi (ini yang gue bilang tadi dan akan dibahas di bawah) ya di Warung Es Ahua ini.
Kalau kamu tahunya es teler, es campur dan es sikoteng itu disajikannya di dalam mangkuk, maka di Warung Es Ahua, es-es itu disajikan dalam gelas DENGAN BUAH-BUAH YANG SUDAH DIPARUT SAMPAI HALUS. Personally, menurut gue ini ide yang bagus untuk tipe-tipe orang yang malas ngunyah dan tinggal disedot. Just like me!
Es Teler‘Es Teler 777’ ya bukan ‘Es Teler 77’
Butuh ketelitian ekstra untuk menemukan lokasi ini
Untuk ke tempat ini kamu harus bener-bener melek. Karena kalau kelewatan, kamu mesti muter balik 1 blok karena jalan tempat Warung Es Ahua ini berada satu arah. Tempatnya berada tepat di depan sekolah Methodist Lubuk Pakam dan tersembunyi di bagian dalam rumah kecil di belakang Mie Sop Ayen.
Anyway, mie sop Ayen ini boleh kamu coba juga. Menurut gue sih Mie Sop Ayen ini mampu mempresentasikan mie sop dengan oriental taste secara apik. Kalau ada plan ke sini ajak gue ya!
Warung Es Ahua
Jalan Tengku Cikditiro, seberang sekolah Methodist, Lubuk Pakam
Buka:
#halal
Lokasi: https://goo.gl/maps/LtYQX9zhKbk
Teng Teng Achi
Inget dengan Rujak yang berada di belakang Bakso Ria yang gue sebut di atas? Nah, yang di belakangnya itulah namanya Teng Teng Chi. Tapi yang gue kunjungi ini bukan gerai yang itu, tapi gerainya yang satu lagi di seberang sekolah Methodist Lubuk Pakam. Sekitar satu belokan dari Warung Es Ahua.
Menurut intel sih ini rumahnya yang punya. Is it true?
2 Nenas + 2 Jambu Air + 2 Jambu Merah + 2 Semangka = 32ribu
Bumbu rujaknya ngangenin
Untuk penutup setelah makan siang yang berat cocoknya memang nge-buah. Kalau soal buah menurut gue pribadi sih semuanya sama, karena enak tidaknya buah itu bukan campur tangan manusia (kecuali pandai tidaknya manusia mensortitr buah). Tapi kalau soal bumbu rujak… Nah! Gue bakalan kembali lagi kemari untuk nyicipi bumbunya yang ngangenin.
Bumbu rujaknya cenderung manis daripada pedes. Menurut gue sih, rasanya balance antara manis dan pedas. Jadi, untuk kamu yang suka bumbu rujak tapi nggak bisa makan pedes, bisa habisin banyak porsi buah di sini.
Hint: Jangan lupa minta kacang tumbuknya dibanyakkin.
Oh ya, selain buah, di sini juga ada disediakan Es Teler, Es Campur, dsb. Tentunya yang di sini disajikan di dalam mangkuk.
Teng Teng Achi
Jalan Jalan HOS Cokroaminoto dan Jalan Tengku Fachruddin, Lubuk Pakam
Buka:
#halal
Lokasi: https://goo.gl/maps/LQZndbetZXF2
Itu dia beberapa lokasi kunjungan gue saat pulang kampung kemarin. Since gue hunting-nya pas liburan Imlek dan karena alasan lain, nggak semua lokasi kuliner yang ada di list gue bisa gue kunjungi. Masih banyak lokasi kuliner di Pakam yang worth for Makanmana to visit sih. Seperti Pecel Abun, Mie Pangsit Pasar Dua, Mie Pangsit Tang Si, Rumah Makan Deli, dll.
Bonus: Pecel Abun yang kebetulan sedang tidak berjualan.
Selain yang disebutkan di atas, tempat mana lagi nih yang kamu ingin Makanmana untuk kunjungi? Share comment-mu di bawah ya!^^
Perhatian: Artikel berikut ini mengandung muatan konten non-Halal dan murni bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kuliner di kota Medan. Kepada pembaca, mohon untuk melanjutkan dengan penuh tanggung jawab. Terima kasih.
Selain Lunar New Year atau Tahun baru Imlek kemarin yang menjadi momen dimana keluarga-keluarga jauh berkumpul bersama, Peringatan ChengBeng atau berziarah ke kuburan untuk suku Tionghoa juga menjadi momen untuk merajut tali persaudaraan yang mengendur.
Berkumpulnya keluarga, apalagi kalau orang Medan, tidak terlepas dari yang namanya ‘makan’. Mau itu sarapan, makan siang atau makan malam, pokoknya kalau ngumpul yang namanya makan itu wajib. Jadi, anak-anak MaMa punya inisiatif untuk ngerangkum 5 kuliner NON HALAL pilihan anak MaMa untuk dijadikan lokasi tujuan untuk Kuliner ChengBeng.
Soto Babi Aseng
Saat melangkah memasuki kedai, aroma soto yang bertebaran di udara menjadi nostalgia salah satu anak MaMa yang bersekolah di seberangnya. Ya! Soto Babi Aseng yang berada tepat di seberang sekolah WR Supratman. Masih ingat dengan artikel MaMa tentang Chinese Food Ayi Gal Gadot? Nah, Soto Babi ini berada di dalam kedai kopi yang sama.
Untuk kamu yang mau cari sensasi baru dari Soto Sinar Pagi atau Soto Kesawan, soto babi Aseng ini bisa menjadi salah satu pilihan. Dengan menghadirkan citarasa yang lebih mild, aroma rempah yang lebih ringan dan kuah yang tidak terlalu kental tapi tetap menghadirkan rasa soto yang khas, gue pribadi yakin kalau Soto Aseng ini bisa dinikmati berulang kali tanpa meninggalkan rasa jelak.
Soto Babi Aseng (25rb)
Meski begitu, Soto Babi Aseng ini agak berminyak kalau menurutku. Tapi tekstur dagingnya yang lembut dan jauh dari kata alot saat digigit pun seakan menjadi nilai plus yang menutupi problema tadi–apalagi dagingnya cukup generous.
Tidak begitu cocok dengan daging babi? Daging ayam juga disediakan oleh koh Aseng di sini. Sesederhana mengganti daging babi menjadi daging ayam, jadilah Soto Ayam Aseng. Kuah sotonya ya tetap sama.
Suasana kedai kopi yang nyaman menjadi salah satu faktor kami mengunjungi tempat ini. Rasanya semua masyarakat dari semua elemen menyatu tanpa ada perbedaan di tempat ini. Rasa kekeluargaan dan kehangatan terasa masih sangat kental saat duduk di tengah ruangan kedai ini. Sekedar melancarkan pandangan ke interiornya yang masih tradisional–meja granit, plafon yang termakan usia, dinding keramik yang menguning–bakalan bikin kamu teringat terus akan kota Medan saat kamu pergi ke luar daerah setelah ChengBeng berakhir.
Lokasinya sama mudahnya dengan menemukan lokasi Ayi Gal Gadot. Kedai Soto Babi Aseng berada di Jalan Asia simpang Jalan Lahat dengan kedainya yang menghadap langsung ke jalan Asia.
Berbeda dengan Soto Babi Aseng tadi yang harus stand by jam 8 atau jam 9 di kedainya, Siobak Akiong justru jam segitu baru memulai bisnisnya. Jangan anggap remeh, meski gedung tempat jualannya cukup sederhana dan hanya tersedia 5 meja, dagangan Acek ini laris manis lho. Kami saja rela turun dari pusat kota kemari hanya demi dua porsi Nasi Siobaknya yang menggoda.
Butuh tenaga dan keahlian ekstra untuk memotret aksi Acek ini saat lagi motong daging. Pasalnya, gerakan acek ini kenceng pake banget, kontras dengan penampilan usianya yang tidak lagi muda.
Seporsi Nasi Siobak-nya lengkap banget. Dimulai dari CharSiew yang dibakar hingga garing dan manis sampai ke Charsiew dengan dagingnya yang lembut juga ada. Tidak hanya itu, Siobaknya yang juicy dan smokey dipotong dengan sedikit kasar dan lebar terpampang lengkap di atas piring. Telur kecap, LapCheong dan Ayam Goreng juga turut menjadi anggota dalam seporsi Nasi Siobak Akiong.
Siobak + Nasi (30rb)Gerakan Acek Akiong bener-bener cepat
Nggak cuma laundry yang kiloan, Siobak dan CharSiew acek Akiong bisa dibeli secara kiloan. Tentu harga dan kelengkapannya tidak selengkap seporsi Nasi Siobak-nya, soalnya kamu hanya memilih daging apa saja yang kamu inginkan dan jumlahnya berapa banyak.
Lokasi Acek Akiong ini tidak sulit ditemukan. Kalau kamu tahu RM Gek Lan yang ada di jalan Berlian Sari, maka Acek Akiong ini duluan kamu temukan, sebelum masuk lebih dalam ke arah RM Gek Lan.
Psssttt… Siobak Akiong biasanya sudah sold-out sebelum jam 1 siang.
Siobak Kiong
Jalan Berlian Sari, sebelum RM Gek Lan, di sebelah kiri jalan
Buka: 09.30 – habis (biasanya jam 12.30)
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/GJETEYDvviB2
BPK Haleluya
Gue nggak tahu penggunaan nama Haleluya ini alasannya apa, tapi yang jelas gue pribadi seakan menemukan cahaya terang dari langit karena BPK-nya yang mendarat tepat di hati.
Pantang rasanya duduk berlama-lama di RM BPK tanpa segera memesan makanannya. Sekilo daging panggang, kidu-kidu dan tidak lupa yang wajib hadir yaitu saksang pun menjadi ‘pilihan’ kami saat itu–semua itu yang ada di dalam menu.
Daging Babi PanggangKidu-kiduSaksang
Dari sekian banyak BPK, gue pribadi memastikan akan kembali ke tempat yang satu ini karena daging Babi Panggangnya yang empuk, juicy dan berlemak. Kidu-kidunya juga tidak kalah jagonya dengan daging panggangnya, meski gue masih lebih suka kidu-kidu di Ola Kisat. Kalau saksang di Haleluya, bumbunya tidak sebasah/secair saksang di tempat lain. Bumbu darahnya cenderung mengental dan lengket pada dagingnya. Sebuah sensasi yang berbeda dari menikmati seporsi saksang babi.
Darah babi
Oh ya, jangan terkejut jika darah di sini tidak diberi sentuhan rempah khas Batak yaitu andaliman. Kami juga sempat bertanya-tanya. Ternyata tidak berapa lama, menyusul piring-piring kecil dengan cabai rawit dan ANDALIMANNYA. Jadi, kamu tinggal mengaduknya saja dengan darah tadi.
Rumah Makan BPK Haleluya
Jalan Berdikari No. 74
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/BK3tWZVsMfp
Sate Babi Yose Rizal
Tidak henti-hentinya gue menyerukan tentang “pelestarian” kuliner legendaris yang semakin termakan zaman. Salah satunya adalah Sate Babi Yose Rizal ini. Sedikit bersyukur karena kini Acek sudah menempati lokasi baru yang lebih rapi dan teratur. Suasana dine-in juga terasa lebih nyaman dibanding lokasi sebelumnya.
Bukan orang Medan, tetapi Acek ini adalah asli orang Padang yang hijrah ke Medan. Dengan dialek Hokkian khas daerahnya, kami disambut dengan sangat hangat dan ramah. Mempersilahkan kami duduk dan memberikan kami izin untuk merekam dan memfoto aksi-aksinya.
Gerakan-gerakan luwesnya saat menyusun sate di atas panggangan, menyapunya dengan minyak, menggoyangkan lengannya yang keriput namun kokoh, hingga menyajikannya ke atas meja terasa sangat satisfying. Sempat terbersit sejenak entah sampai kapan legenda ini akan bertahan.
Rahasia dibalik kelezatan satenya adalah sebelum dipanggang dan disajikan ke pelanggannya, sate mentahnya direndam dulu dengan bumbu kecap selama kurang lebih dua jam. Of course he won’t reveal what’s his special recipe :D.
Sate + Lontong (36rb/porsi)
Sebenarnya gue pribadi bukan pecinta lontong jenis kenyal, kilat dan lembut seperti ini. I prefer a lil tough one. Tapi, satenya sangat-sangat menyentuh hati gue. Meski daging di tiap tusukan satenya tidak terlalu besar, tapi rasanya yang manis, lembut, tidak alot, dan sedikit garing serta memiliki aroma kecap yang harum bener-bener membayar kekurangan tadi.
Sudah lama sejak terakhir gue menikmati sate kacang (bener-bener tidak sentuh sate kacang manapun) sebelum gue pindah rumah, dan sate kacang Acek ini mampu mengembalikan nostalgia lama.Going back here to have his heavenly tasted pork skewers during ChengBeng festival? It’s a must, I say!
Legenda nih.
Beda sama lokasi kekinian yang banyak digandrungi kids zaman now, lokasi Acek ini justru seakan menjadi lokasi perkumpulan masyarakat sekitar Medan yang sudah senior. Yang patut kamu garis bawahi adalah tempat Acek ini tidak pernah sepi dan selalu sold-out! Gojek? Yes! Dine-in? Yes! Tapao? Yes! Pokoknya adaaaaaa aja yang order.
Gado-Gado juga boleh menjadi alternatif pilihan di sini. (17rb)
Sate Kacang Yose Rizal
Jalan Yose Rizal No 101, Kedai Kopi 101
Buka: 17.00–21.00 (kalau lebih cepat habis ya tutup lebih awal)
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/TGLSXTFaVMu
Mie Pangsit Tiong Sim
Lokasi berikutnya yang menurut kami wajib kamu kunjungi untuk kumpul-kumpul bareng keluarga saat ChengBeng adalah Mie Pangsit Tiong Sim. Tempat ini menjadi satu-satunya makanan berbahan dasar mie yang masuk ke daftar 5 kuliner wajib dikunjungi saat ChengBeng ini.
Menonton aksi meracik mie-nya sangat menarik. Meski bukan owner/pengelolanya langsung yang turun tangan untuk menahkodai dapur mereka, performance dari asisten-asistennya saat meracik seporsi Mie terlihat sangat menarik. Berbagai detail penting juga dilakukan sesuai arahan dari owner.
Dimulai dari penggunaan timer saat merebus mie, cara mengaduk mie, takaran porsi dagingnya, dll, tampak seperti sebuah film diputar langsung di depan mata. Prosesnya cukup cepat kok, jadi kamu tidak perlu menunggu lama dan menahan rasa lapar lebih lama.
Gue sempat terbelalak melihat topping daging kecapnya dan ayam suwirnya yang rame buanget! Tapi, gitu gue confirm harganya, rasa shock gue perlahan memudar. Hmmm~ Wajarlah, 40ribu, coy!
Mie Pangsit Tiong Sim (40rb)
Kebiasaan gue saat makan mie pangsit adalah TIDAK menuangkan kuahnya terlebih dahulu agar lebih terasa aroma asli mienya seperti apa. Suapan pertamanya bikin mata gue berbinar. Daging kecapnya yang lembut dan manis menari-nari di atas lidah saat gue kunyah. Tekstur dari ayam suwirnya juga membaur dengan tekstur daging kecapnya. Tidak terasa kontras, tapi masih dapat dibedakan mana ayam dan mana babi.
Entah kenapa pangsitnya yang dua biji menjadi nilai plus buat gue. Mungkin karena jarang banget gue menemukan gerai yang memberikan pangsitnya lebih dari satu.
Relationship goal banget ini mah!
Terenyuh saat melihat kedua warga senior di atas saat menikmati suapan-suapan memori mereka dari semangkuk Mie Pangsit Tiong Sim. Hmmm~ Teringat diri gue yang masih single and happy (baca: jomblo akut).
Sejak 1933, tempat ini sudah melahirkan banyak pelanggan-pelanggan setia, kedua orang di atas contohnya. Menurut gue, tempat ini menjadi salah satu kuliner di Medan yang harus dilestarikan. Bayangkan jika semua kuliner legendaris di Medan termakan zaman dan berganti menjadi cafe-cafe modern. Kemanakah warga senior Medan harus melabuhkan langkah kaki mereka hanya untuk menikmati kuliner yang dia rindukan dari masa mudanya?
Berbeda dengan dua manusia ini yang tercyduk nambo 2 porsi Mie Pangsit.
Lokasi tempat Mie Pangsit Tiong Sim ini dapat dengan mudah kamu temukan. Untuk kamu yang asing dengan jalanan kota Medan, kamu bisa menemukan tempat ini dengan mengikuti link Google Maps yang gue sematkan di bawah.
Mie Pangsit Tiong Sim
Jalan Tjong Yong Hian, simpang Jalan Semarang
Buka: 07.00 – 22.00
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/cE34APFForL2
Setelah melihat daftar ini, yang manakah yang akan kamu kunjungi saat mudik ChengBeng kali ini? Oh ya, kalau ada informasi lokasi kuliner yang wajib dilestarikan, yang mungkin belum kami temukan, silahkan beri komentar di bawah ya. ^^
Well, sebelum berangkat ke tempat ini, kami sudah menjelajahi beberapa tempat kulineran yang sejujurnya sudah bikin kenyang. Tapi rasa haus akan pengalaman kuliner yang berbeda mendorong kami untuk singgah ke lokasi terakhir malam itu, Kuliner Rumah Jogja.
Sebelum singgah, ada salah satu anak MaMa yang sepertinya sudah aware akan tempat ini. Kami kira dia hanya bercanda saat menyebutkan tempatnya yang sempit (bahkan kalaupun jujur, kami rasa itu hal yang wajar). Tapi ternyata, kami justru terkejut bukan kepalang melihat lokasi yang sebenarnya. Hanya berukuran lebar 2 METER saja. Biar kuperjelas kalau kamu takut gue salah ketik, 2 (DUA) METER SAJA.
Ruangan utamanya juga hanya muat sebarisan meja, which is quite unusual dibanding sama rumah makan lainnya yang biasa 2 barisan meja atau lebih. Despite the size, kami cukup nyaman melewatkan makan malam di sana. Kami lebih milih duduk di outdoor karena kami rasa akan lebih sejuk dibanding indoor. Sayangnya, serangga-serangga yang cukup banyak anak saudaranya mengepung kaki-kaki manis kami.
Manusia bertiga itu pesen makan tanpa gue. Beginikah yang namanya kawan?
Sekilas memandang, kamu akan menemukan tiga menu (yang sepertinya dijagokan mereka) terpampang di spanduk di bagian atas ruangan. Hal yang kami rasa bagus, karena itu membantu kami memutuskan makanan apa yang dipesan tanpa perlu membolak-balikkan menu terlalu lama. Gudeg Jogja Komplit, Tongseng Kambing, dan tambahan Krecek dan Opor Ayam yang kami temukan dari menu menjadi pesanan kami.
Dapur yang sederhana, tapi terkesan rapi. (Mungkin gelap, tapi bukan berarti berantakan)
Okedeh, kita coba jalan-jalan dulu ke dapur sambil menunggu proses pembuatan makanannya. Nggak kalah terkejutnya kami saat tahu ternyata di tempat ini juga, di gedung ini, ada dapur utama dari Kuliner Rumah Jogja.
Kesan sempit dan gelap sulit terlepas dari penampakan ruangan ini. Tapi, kami cukup salut sama kerapiannya menata dapur. Peralatan yang digunakan (atau tidak) juga disusun rapi. Sampah dan piring bekas langsung dibawa ke bagian belakang. Oke, lulus sensor lah setidaknya.
Dengarkan suara berjibaku saat memasak Krecek.
Mari kembali ke outdoor. Tidak lama kami duduk, makanan pesanan kami mulai diantar. Gudeg Jogja Komplit datang menghampiri meja kami dengan isiannya yang lengkap—gudeg, krecek, tahu bacem, kerupuk, nasi dan cabai rawit. Plus plugin-nya yaitu opor ayam dan telur pindang. Yang kami rasain dulu pertama kalinya sudah pasti adalah si gudeg, main hero dari Kuliner Rumah Jogja.
Personally, gue cocok sama gudeg di sini, meski gue belum pernah mencoba gudeg aslinya di tanah Jawa. Tapi ada salah satu anak MaMa yang pernah mencoba gudeg asli Jawa, katanya lebih memuaskan yang di Jawa. Well, this is fully base on your own preference.
Gudeg Jogja Komplit (35rb)Opor ayam dan telur pindangGudeg
Lalu disusul dengan menu Krecek. Jangan sebut “kecrek” ya! Jangan mengulangi kesalahan bodoh kami :D. Krecek ini adalah sejenis kulit sapi yang dimasak dengan rempah racikan sendiri hingga lunak dan aromanya menyatu dengan kulit. Nah, yang ini, bener-bener bikin gue gagal move-on, setidaknya sampai artikel ini ditulis. Tambahan kacang merahnya yang masih utuh menambah kesan garing di setiap suapan krecek.
Tongseng Kambing
Salah satu yang tidak kalah mencuri perhatian adalah Tongseng Kambing. Bahkan ada salah satu anak MaMa yang sampai nge-fans berat dengan makanan ini. But, still. Everyone got their own taste preferences. Ada yang merasa kalau Tongseng yang di Warung Tegal masih lebih nendang.
Buat gue, sensasi yang kurasakan dari tongseng kambing ini tidak setinggi saat gue menikmati kreceknya tadi. Meski begitu, rasa gurih nan manis dan daging kambingnya yang lembut membuat makanan ini tidak bisa dilupakan dengan mudah.
Kecrek
Untuk menemukan lokasi ini sebenarnya cukup mudah karena berada tepat di jalan utama. Tetapi karena posisinya yang cukup kecil dan tersembunyi, maka kamu harus ekstra hati-hati saat mencarinya. Lokasinya berada di Jalan Iskandar Muda, di seberang Ramayana, simpang Jalan Sawi.
Setidaknya sekarang, terjawab sudah kan kalo ditanya ‘Ma, nyari gudeg di Medan dimana sih?
Kuliner Rumah Jogja
Jalan Iskandar Muda, simpang Jalan Sawi, seberang Ramayana.
#halal
Lokasi: https://goo.gl/maps/g7fL7gCWuSo
Sebelum gue nyampe di Center Point Mall Medan buat jumpain anak MaMa yang lain, gue sempetin dulu singgah di kedai yang satu ini. Tempatnya pas di daerah sudut setelah komplek Uniland.
Awalnya sempat ragu dan kelewatan, akhirnya gue muter balik dan ternyata pilihan makan siang gue hari itu justru membuahkan senyum yang lebar di bibir (dan perut yang lebar juga).
Terpampang besar tulisan ‘Bak Mie Khek’ yang membuat gue yakin kalo andalannya adalah Bak Mie Khek. Okelah, langsung aja pesan satu porsi versi LENGKAP. Mie Pangsit yang agak keriwil dan berdiameter besar ini memiliki tekstur yang mirip mie Siantar. Mie pangsitnya sendiri merupakan buatan sendiri, demi menjaga kualitas dan rasa yang ditawarkan.
Versi LENGKAP yang gue maksud tadi adalah semangkuk Mie Pangsit lengkap dengan tambahan bakso Hok Ciu dan Lor Telur. I was confused with Hok Ciu meatballs too, at first. Tapi gigitan pertama baksonya langsung bikin gue paham seperti apa bakso Hok Ciu tanpa bertanya ke ownernya lagi.
Munculnya Bakso Hok Ciu ini juga sebenarnya belum ada pada kunjungan kami sebelumnya (bisa dibaca di sini). Dan beruntungnya kali ini gue punya kesempatan mencoba Bihun Gorengnya.
Bakso Hok Ciu ini adalah bakso yang teksturnya lembut nan kenyal dan diisi minced pork di dalamnya. Aromanya terasa nyatu banget dengan mie pangsit dan pas kena di hati gue.
Lor telurnya juga terbilang unik. Telur yang diberikan cukup generous. Tidak dibelah menjadi potongan yang kecil2 dan juga tidak diberikan cuma setengah, tetapi diberikan satu butir telur full. What’s interested me is the egg yolk. Ternyata kuning telurnya direbus setengah matang dan menurutku terasa seperti ada aroma spices gitu di kuning telurnya. I didn’t know how did the owner make it but, bener-bener best kali buatku!
Bak Mie Khek (28rb)
Tips on enjoying a portion of Bak Mie Khek is kuah sopnya jangan langsung dituang semua. Biar aroma kuah lor bak yang ada di dalam mangkuk dapat kamu nikmati dengan lebih baik. Extremely, I prefer to enjoy it without any soup.
Ownernya sadar kamera.
Nah, kalo yang di belakang owner itu adalah suaminya. Ternyata suaminya ikut turun tangan dalam mengenyangkan anak-anak Medan khususnya pelanggan kedai ini. Andalan acek ini adalah Char-Charnya, terutama Char Bihun. And again, mata gue susah dikontrol yang mengakibatkan aku pesen satu porsi lagi.
Topping-topping seafoodnya rame, se-generous Lor Telur Bak Mie Khek tadi. Udang yang diberikan juga berukuran cukup fantastis. Lap Cheong?Sure a boost for this meal! Katanya bihun goreng ini di masak sesuai gambar (yang ada di wallpaper kedai).
Ayi dan Acek ini ternyata sering mengikuti Food Festival di kota Medan. Hal ini terbukti dari interior seluruh kedai yang disponsori oleh pelaksana atau sponsor utama Food Festival di kota Medan. Selain dari itu, Ayi ini ternyata uda berjualan puluhan tahun dan sudah berpindah tempat satu atau dua kali.
Kalau kamu kebetulan ada lewat Jalan Irian Barat, coba deh perhatikan sterling ini. Di tempat ini lah acek dan ayi tadi berperang melawan periuk dan kuali. Gampang banget kok tempatnya ditemukan, karena berada langsung di pinggir jalan utama. Kalau kamu masih belum menemukan tempatnya, ajak gue aja deh ya!^^
Bak Mie Khek & Chinese Food ACE
Jalan Irian Barat simpang Jalan Sambu
Buka: 07.00 – 15.00 WIB #nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/CmC2UTgJZ1p
I still remember produk apple puff yang sempat fenomenal dari sebuah produksi rumahan oleh keluarga Carrari sekitar 2-3 tahun lalu. Caresse Carrari, lulusan Le Cordon Bleu Sydney dan Cesar Ritz Colleges Switzerland ini berhasil meraih spotlight di beberapa bazaar kuliner di kota Medan.
The rumor of its opening is now clear, setelah sempat vakum beberapa saat, cafe yang menempati 2 ruko di jalan Palang Merah ini pun tampil berbeda dengan tema warna yang khas dari brand ini red, blue, and gold.
So why the name The Three Carrari you’d ask. Resto (or cafe if you’d prefer it) ini dikelola oleh Carrari family: May (Sang Bunda) with her children Raymond, Caresse, dan Richmond; Each with dedicated skills. If you notice, menu menu disini saat ini hanya terbagi dalam 4 kategori; pastry, traditional cake, main course, dan beverages.
Bu May sendiri sudah lama berkeinginan untuk membuka sebuah restoran. Belajar dari resep warisan keluarga, rata-rata kue tradisional khas Indonesia yang kamu makan disini adalah kreasinya. Bagian french pastry dihandle oleh Caresse, sedangkan si bungsu Richmond lebih banyak menghabiskan waktu di dapur.
And that’s one bar left for…
Occupancy space disini boleh dibilang rather limited. Meskipun 2 ruko, hampir setengahnya sudah dijadikan bar dan display area, leaving you with couple tables dan communal table di bagian tengah ruangan. It’s just nice enough kalo kamu hanya ngemil2 kue dan snacks.
From The Kitchen
Coming from culinary background, Richmond yang lulusan Le Cordon Bleu Sydney dan Le Cordon Bleu Thailand ini mencoba menggabungkan kuliner khas Thai dan French di hidangannya. Yes you’ll still find Nasi goreng and mie goreng but I believe that’s just to please old taste bud. Let’s start with appetizer…
Ap-pear in the snow (55K)
Ap-pear in the snow
This pear, butter-head lettuce, crispy lettuce, feta cheese and balsamic dressing is one bold statement from Richmond “I’m trying to bring something different here”.
I enjoyed it though (generous amount of rockets, it’s in the season they said.). Apart from strong rockets taste, it’s mix balance of sweety pear, a bit soury sauce and a little strong hint from feta. In the end, you only fall into this category: Hate or Love, and I’m into the later.
Why So Sous-vide? (65K)
Why so Sous-Vide?
Dari menu Ap-pear in the snow, you can start to read the pattern. Why so sous-vide, with ‘sous-vide’ spelled as ‘sweet’—Why so sweet?
63*c sous vide duck egg yolk, almond, smoked beef ham, squid, butter head lettuce, butter, bread crumb, quinoa and asparagus. I must say, this is one hell of a bold experiment. I still enjoyed it but apparently my family members had to strongly disagree.
The sous vided egg, not runny yet smooth
24 Carrot Magic in the Plate
24 Carrot Magic in the Plate (60K)
Masih di kategori salad, this one is probably our table’s favorite. Crispy lettuce, sous-vide chicken breast, cherry tomato, seaweed, sesame seed and carrot vinaigrette. Tasted so refreshingly good. *And no, itu bukan salted egg ya say…
Marinara Pasta
I must say marinara pasta disini tried to be different and outstanding. Dari deskripsi di menu sih kinda won the pitch buat diorder: the tomato base is infused with seashells and 4 kinds of different herbs, slow-cooked at simmering temperature for 3-4 hours long.
And it definitely made not to please everyone. Buat kamu yang suka strong herb, this is for you.
Marinara Pasta (88K)Judging from its color yang ga terlalu reddish, tomato flavor in this menu was toned down by herbs and seafood.
French Fries
Just French Fries (32K), what do you expect? Every kid loved it, period.
Creamy Mushroom Soup served with Drops of Truffle Oils
Sebenarnya sih, ada satu jenis soup yg pengen diorder because the price yakni Thai Green Curry served with rice, which is priced at amazingly 110K. But it’s seasonal, dan sayangnya sold out upon my visit.
So we had creamy mushroom soup instead. It was good! Very strong mushroom flavor, and with 2 puffy sticks! Puffy sticks couldn’t go wrong.
Champignon, 2 other seasonal mushrooms, cream, milk, parmesan, garlic and herbs. (50K)
From the Display Case
Chicken Caesar Croger
Croissant Burger = Croger (18K)Very generous amount of Rocket as if they are grown in Carrari Land!
Ginger Brulee
Ginger Brulee (20K)
Ginger Brulee, first bite remind you of sipping Bandrek. Somehow a perfect combination of traditional Indonesian with french pastry.
Limelight Borobudur
Limelight Borobudur (18K), Named after Borobudur karena bentuknya kerucut. Strong lime flavor in the meringue.
Nutty Cake
Nutty Cake (33K)I suggest you should try it yourself to get that balanced peanut and filling.
Cheesecake Croissant
Guava Cheesecake Croissant (30K)
Out of three (Mango dan Morello Cherry), saya pilih Guava *coz I’m curious how it’s processed*. Menu yang satu ini berada di bagian dingin and using different dough than regular croissant. I heard you could ask for a little warm up to get extra crispness.
Oh wait, where’s the guava? *ternyata salah potong*, fillingnya rupanya agak di luar hehe…
From the Bar
Head Barista—Adit Ramdani with sexy GS3 La Marzocco. Hooo boy that’s one serious investment.Mocca (35K)Lat (32K)
Apart from pretty art and cups, there’s nothing else to impress (Okay the coffee was good but that’s it). Except perhaps—Kosudi. No…not Kopi Susu Dingin. Their own version is called Kopi Sugar Daddy. Double Espresso, Milk, dan ehem…gula aren a.k.a Caramelized Natural Palm Sugar.
Instead of Whipping Cream, they have their own version and look liked beer foam, managed to steal instagram trend since their opening though.
KoSuDi (30K)
One is never enough, more is always a must
That’s how a tagline goes in The Three Carrari. It really was a good start, beautiful interior, great pastry, unique main course offering, and beverages has certain standard too.
If there’s one thing to pick as a highlight, it’s something to do with puff. Anything with puff here is worth trying. I can easily vote their Apple Puff the best in town so far.
Caresse and Bu May’s passion bring new level of culinary in Medan. I’ve yet to see Richmond’s bold move to bring something different. It’s a battle between idealism and crowds’ demand. Pada akhirnya, waktu yang akan menjawab apakah daftar makanan yang terpampang di buku menu tetap mengedepankan nama-nama yang unik nan fancy, atau jatuh-jatuhnya ke nama lokal yang familiar.
Or even better yet, a fusion between French, Thai and Indo?
The Three Carrari (Instagram @thethreecarrari)
Jalan Palang Merah Ruko Royal Residence no 10&11
10:00-22:00 (Minggu-Kamis)
10:00-23:00 (Jumat & Sabtu)
Tel: 081-1632-1638
Tidak berapa lama lalu, kami menghadiri Grand Opening dari sebuah cafe dengan ciri khas Jakarta yang mengusung konsep Belanda-Indonesia di Tijili Square. Awalnya, gue cukup penasaran setelah mengetahui bahwa nama cafenya adalah Warung Koffie Batavia.Alasannya simply karena kata “Warung” identik dengan ciri khas Indonesia, sedangkan “Koffie” dan “Batavia” berasal dari bahasa Belanda. I assume you feel the same too, so let me tell you about our experience there.
Tempat ini menjadi sudut favoritku di WKB.
Interiornya yang dibuat seperti cafe ala-ala zaman kolonial Belanda dulu memberikan kesan yang hangat dan nyaman. Apalagi dilengkapi dengan lampu yang kekuningan di salah satu sisi ruangan, serta cahaya alami dari luar yang menerangi sisi lainnya. Keseluruhan interiornya memang memberikan sensasi rasa yang menenangkan saat duduk di sana untuk sekedar hangout, relaxing, bekerja atau memang untuk makan makanan berat.
Nggak afdol kalau ke cafe tapi nggak ngomongin soal makanan. Gue pikir menunya bakalan di mix antara makanan Belanda dengan makanan khas Betawi. But, it’s not. Jadi, di bedakan antara makanan Belanda dengan makanan Indonesia, dan sama-sama diberi sedikit sentuhan modern. Empat makanan berat dan satu makanan pendamping pun menjadi pesanan kami. But, sebelum itu kami disajikan dulu beberapa potong Kue Cubit.
Gue pribadi suka dengan tipe-tipe Kue Cubit dari Warung Koffie Batavia yang lebih lembut dan masih terasa topping selai di bagian tengahnya. Meskipun tidak jelas, terlihat ada effort dari WKB untuk membuat bentuk-bentuk yang unik pada kuenya. Seperti bentuk lambang hati, dsb. The taste is nice, tapi gue saranin sebaiknya kamu cicipi saat masih hangat.
Menu-menu makanan berat pun disajikan saat kami masih ngobrol-ngobrol satu sama lain sambil menghabiskan kue cubit yang masih tersisa tadi. Soto Betawi, Nasi Goreng Batavia, Mie Tek-Tek, Martabak Mozarella dengan side dish Bitterballen.
Soto BetawiNasi Goreng BataviaMie Tek-Tek
Di sela euforia kami untuk mingle around dengan pecinta kuliner Medan lainnya (yang juga diundang pada Grand Opening WKB), sesuap demi sesuap main course kami dihabiskan.
Dimulai dari Soto Betawi yang lebih duluan kami jajah, yang memberikan kesan soto dengan kuah santan yang lebih ringan, tidak begitu berlemak namun menurut salah satu dari kami rasanya lebih mirip rasa gulai. Sampai ke Mie Tek-Tek yang membuat gue sendiri jatuh cinta. Ada beberapa yang mengatakan rasanya mirip mie yang sering dihidangkan pada acara-acara ulang tahun di kota Medan. Namun rasa mie yang seperti ini yang menurutku nendang di hati.
Begitu pula dengan Martabak Mozarella yang diisi daging sapi yang ternyata generous banget. Nampak dari presentasi Martabaknya yang tebal dengan lumeran keju Mozarella di atasnya. Dengan rasa daging sapi yang menonjol, menu yang ini sukses membuat kami kenyang dan terkulai lemas.
Martabak MozarellaBitterballen
OH ya! Hampir saja kelupaan. Bitterballen, yang gue sebutkan tadi. Baru terlihat olehku saat upload foto Martabak tadi.
Sebelum kami dikenyangkan oleh Martabak tadi, sebenarnya Bitterballen ini yang lebih dulu disajikan, lengkap dengan saus mustard yang cenderung asam. Maklum, ini pertama kalinya gue cobain mustard dan langsung gue putuskan kalau mustard is not for me.But, the bitterballen themselves tasted nice with a lil salty taste from it.
Coffee and Serving Station
Topik mencapai titik puncaknya ketika kami membahas dan berbagi ide tentang perkembangan kuliner kota kita tercinta ini. Di tengah pembicaraan hangat kami, kami disela oleh bagian manager dari WKB.
“Gimana makanannya? Sudah pada coba Siomay di sini? Kami rekomen lho menu ini,” said the lady. Gosh! We’re all full already! But, okay. We were going to order this very last menu just to please our curiosity.
Siomay dengan isinya yang berupa tahu putih, sejenis daging bakso kukus 2 potong, telur rebus dan pastinya saus kacang untuk gravy-nya. Pengalaman gue saat masih di Jakarta beberapa tahun lalu saat memakan siomay adalah bumbunya disiram semua ke atas makanannya. Let’s make it different this time. Biar nggak eneg maka bumbunya kami siram sedikit saja, sisanya kalau ada yang mau tinggal dicocol saja.
Siomay
Yang namanya saus kacang sudah pasti lebih dominan rasa kacangnya daripada rasa manisnya. For me, the sauce is a lil bit clearer than I expected. I prefer a lumpier one, with more peanut than water. Rasanya cukup memuaskan, meski tidak sampai memicu rasa antusias seperti saat makan menu yang lain tadi.
THE MOST IMPORTANT THING (FOR ME) ABOUT THIS PLACE IS:
Gue suka dengan suasananya yang hangat dan nyaman. Make you feel like the Spring is never end here.Untuk sekedar ngumpul-ngumpul seperti yang kami lakukan, duduk bersantai hanya demi menikmati suasana cafe, bekerja dengan gadget atau untuk makan berat, gue rasa suasana seperti ini yang gue butuhkan.
Here I remind you again about this favorite corner of mine.
We’re close to the end of this article. There’s a lot more that we wanna share to each other and most importantly to you. Satu demi satu dari foodies-foodies ini mulai berdiri, mendorong kursi ke belakang dan mulai berjalan menuju pintu keluar dengan membawa cerita dan pengalaman masing-masing. Tapi niat kami dihadang oleh dua orang waitress yang ternyata ingin membagikan goodies bag kepada kami—dengan sebotol Coffee Cold Brew di dalamnya. Untuk yang satu ini, nggak akan gue cerita dan harus kamu coba langsung ke WKB.
Such a sweet “Goodbye” and a strong “Come Back Again” message to all of us.
Warung Koffie Batavia
Jalan Kapten Patimura No 342, di dalam gedung Tijili Square, Ground Floor
#halal
Lokasi: https://goo.gl/maps/njmt6k5R7a92
Dari penampilan interiornya saja sudah bisa terasa kesan homey-nya. Setidaknya itulah yang gue rasakan ketika membuat beberapa jejak langkah, memasuki ruangan, menuju ke meja kami yang paling dekat dengan “tempat kerja” Si Acek. Warna cat yang redup serta hiasan dinding yang sederhana semakin menguatkan kesan rumahannya―termasuk perabotannya yang sederhana.
Ada alasan kenapa gue menggunakan kata “kembali” pada judul artikel ini. Acek ini sebenarnya sudah menjamu lidah para pelanggannya sejak lama. Beberapa saat yang lalu, Acek sempat vacuum sebentar dan hanya tidak berapa lama ini mulai memanjakan lidah para pelanggannya lagi. Tambah lagi 1 tempat kulineran yang menyajikan masakan ala rumahan namun dengan cita rasa yang gak kalah dengan restoran papan atas.
Karena kami cuma berempat, menu yang kita pesan juga nggak banyak-banyak amat. CapCai yang seakan menjadi menu wajib, Tauco Udang, FuYungHai dan yang tidak kalah penting (baca: paling penting) adalah Samcan Goreng. First of all, gue pribadi sangat memuji CapCai yang disajikan Acek.
Aromanya yang rich dengan kuah yang kental dan bening membuat mata merem-melek di setiap seruputan kuahnya. Penggunaan sayur-sayur dan seafood yang fresh juga menambah rasa dari kaldu CapCai. Memberi kesan manis-gurih pada saat yang bersamaan.
CapCai (20rb)Fuyunghai (20rb)
Well, I think I’ll skip the FuYungHai as, for me, it only tasted like another usual fried egg (added with some herbs and veggies). But, the Tauco. Tauconya juga nggak kalah nendang dibanding CapCainya tadi. Karena tahu Jepang merupakan makanan favoritku, mari kita fokus ke kuah Tauco-nya yang khas dan lebih dominan aroma tauconya dibanding aroma kaldu udang.
Udang-udang yang ukurannya memenuhi seluruh permukaan lidah kami melengkapi rasa kuah Tauco yang sudah savory tadi. Gue suka dengan tipikal udang yang masih lembut dan sedikit garing ketika digigit. DAN BUKAN YANG ALOT.
Tauco Udang (50rb)Planning the strategy to kill our hunger
One shouldn’t be missed from our menu is Samcan. Basically, any kind of Samcan can do, but this time we chose to be fried. Satu kata untuk membuka keseluruhan review gue terhadap Samcannya adalah MANIS. Yes. Hanya dua kemungkinan asal datangnya rasa manis itu: dari tepung atau memang dagingnya yang manis. Tapi, apapun ceritanya pork is always pork and is always bring happiness to our face.
Daging babinya sendiri bukan sepenuhnya daging putih, maksudnya, masih tersisa sedikit lapisan lemak pada daging yang memberi kesan lembut dan tekstur yang melt-in-mouth.
Samcan Goreng (50rb)Tapao when you can’t dine in
Keseluruhan pengalaman bersantap makanan rumahan di sini mengembalikan memori gue saat mencicipi masakan rumahan orang tua gue. Emosi dan kehangatan ACek dapat dirasakan pada setiap bagian menunya, membuat makan malam kami saat itu terasa bermakna.
Kalau kamu ingin merasakan perasaan yang sama dengan kami, kamu bisa coba singgah untuk sekedar memesan char-char nya. Worth it!
Awie Seafood
Jalan Ternak No. 95
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/LN8bndJCzR92
Pertama kali denger Sabas Cafe, gue berpikiran bahwa ini akan menjadi cafe mainstream seperti biasanya—beberapa makanan Barat yang sudah umum, makanan dengan bahan dasar mie instan, minuman seperti jus dan soft drink. But, I was wrong (for the first time; read on to see how many mistake I’ve done). Ternyata setelah dikonfirmasi, Sabas Cafe ini restoran yang menyajikan makanan Denmark dan ownernya ternyata seorang ibu bersuku Batak. *and that’s why it got us to write this lengthy review.
Rasa penasaran muncul seketika dari diri gue ketika gue mengira ini makanan Batak yang dipadukan dengan makanan Denmark (this was my second mistakes). Tanpa panjang lebar gue setuju-setuju saja ngekorin Leo mengunjungi cafe tersebut. Kebetulan kami diundang untuk sekedar mingling bersama ownernya.
Ibu Elly
Kami disambut oleh menantunya saat tiba di cafe, “Ibu Elly sedang berberes dapur sebentar, bang.” katanya. Tidak berapa lama datang seorang wanita berumuran 50-an yang kemudian kita kenal dengan nama Ibu Elly.
Dibalik penampilannya yang agak acakan tanpa make-up, ternyata Ibu Elly ini orangnya ramah. Kami disapa dengan pelan menggunakan bahasa Indonesianya yang terkadang sedikit bercampur dengan bahasa Inggris.
Di sini kemudian gue baru menyadari kedua kesalahan gue tadi. Makanan yang disajikan di Sabas Cafe bukan makanan Batak X Denmark or whatsoever. Melainkan makanan-makanan rumahan yang dimasak sehari-hari oleh Ibu Elly selama di Denmark. Hard to say kalau itu tergolong makanan Denmark or Indonesia. Karena dari presentasinya seperti bukan makanan ala Indonesia and I have no idea makanan Denmark itu seperti apa. Fix! Gue kasih nama “makanan khas Ibu Elly”.
Karena kami disambut langsung oleh Ibu Elly, maka menu-menu kami disajikan dengan tata cara fine dining. Pumpkin Soup yang disajikan paling pertama sebagai appetizer. Kami diajarkan kalau cara menikmatinya harus dengan roti homemade mereka. Personally, gue memang anjurkan untuk kamu-kamu yang pesen menu ini harus dinikmati bersama roti.The pumpkin soup itself tasted dominantly salty.
Mushroom con ajo + homemade breadSABAS’s Grill (99rb – 122rb)
Sambil menikmati satu demi satu hidangan kami, Ibu Elly bercerita banyak tentang dirinya. Beliau sebenarnya orang Medan asli, yang kemudian hijrah ke Denmark untuk mengejar karir. Di sanalah beliau bertemu dengan suaminya, orang Denmark asli, Carsten. Not so long after their meeting, they got married to each other. Hmmm… Sementara gue masih single happy di sini.
Proses pemanggangan SABAS’s Grill
Hidangan memasuki second course ketika Ibu Elly bercerita lagi tentang tujuannya membuka cafe ini. Suami beliau menyarankan beliau untuk segera pensiun (I actually forgot whether she has retired or in process of retiring). Jadi, daripada hanya berdiam diri setelah pensiun, Ibu Elly mencari kegiatan yang bisa dilakukan, seperti membuka cafe ini.
Memasuki menu berikutnya, kami mengikuti Ibu Elly sampai ke dapur untuk sekedar “mengintip” seperti apa proses pembuatan makanannya.
Pork ChopSee all this porky goodness
Sambil mempersiapkan makanan, kami iseng-iseng tanya tentang arti penggunaan nama Sabas sebagai cafe. Dari jawaban ini confirmed sudah kalau Ibu Elly memang orang Medan asli. “Sabas” adalah nama rumah makan BPK dari ayah Ibu Elly dulu. Lokasi dibukanya RM BPK ayahnya dulu tidak berjarak jauh dari lokasi cafenya saat ini. Hanya sekitar 1 atau 2 blok menuju ke arah jembatan Simpang Pos.
Ibu Elly juga bercerita kalau bahan baku yang diperoleh di pasar lokal sedikit kurang memuaskan. Tidak hanya untuk dipresentasikan kepada pelanggan, tapi juga dari segi kepuasan dirinya. Beliau tidak bisa membuat makanan yang seberkualitas ketika di Denmark dulu.
Pomade Burger (65rb)
Mungkin itu alasan pork chop yang kami nikmati terasa lebih alot saat dhidangkan. Tapi tentu saja bumbu rahasia buatan Beliau tidak mampu dikalahkan oleh tekstur daging babinya tadi. If only the pork tasted a lot juicier and tender, it would be perfect.
Begitu juga dengan bacon yang ada di dalam Pomade Burger—yang ukurannya cukup besar untuk gue habiskan sendiri. Bacon ini langsung dicari beliau dari supplier luar negeri. Kualitas bacon di lokal kurang cocok dengan self satisfaction Ibu Elly.
Karena daritadi kami hanya menikmati air mojito yang diberi lemon/jeruk nipis, kami meminta sesuatu yang lebih berbeda. Jus Buah Naga dan “Happy Soda”, yang kalau diterjemahkan ya artinya Soda Gembira. Buat yang tidak tahu, Soda Gembira itu sejenis minuman yang bersoda (kebanyakan menggunakan merk F*nta) yang dicampurkan dengan susu atau es krim. Bisa dibilang seperti F*nta float.
Ibu Elly melanjutkan kembali ceritanya kepada kami (ternyata beliau suka sekali ngobrol-ngobrol :D). Suami Ibu Elly saat ini sedang berada di Malaysia. Menjalankan bisnis yang juga merupakan bisnis F&B, restoran and really into Blues.
that’s why you see this live band setup
Our conversation had to end after dessert. Menu alpukat ini merupakan favorit gue (selain dari semua porky goodness tadi). Sebuah penutup yang manis dari perbincangan hangat dan makanan-makanan menakjubkan yang disampaikan Ibu Elly kepada kami.
Nah, untuk kamu yang mau ke tempat ini, tidak sulit menemukan lokasinya. Dari Brig. Zein Hamid belok ke arah Simpang Pos dan menuju ke Jalan Jamin Ginting Km 8,5. Temukan U-turn pertama dan Sabas Cafe berada di sebelah kiri jalan.
Gue pribadi terus terang belum pernah mengunjungi restoran yang menu utamanya berbasis bebek seperti Grand Duck, Three Duck, Bebek Ubud, Bebek Tepi Sawah dan sejenisnya, termasuk Holyduck. Selain karena faktor kesehatan yang gue jaga, harga yang cukup melambung juga menjadi alasan kenapa gue urung mengunjungi restoran tersebut. Maklum, sekali penyajian menu bebek, bisa untuk biaya makan gue selama 2 hari (dengan asumsi sehari makan dua kali, sekali makan Rp 20rb).
Senang bukan kepalang ketika gue makan bareng ama Harry, Bobby, Leo, dan Ronny. Sebuah kesempatan emas untuk gue yang merupakan anak soleh. #eh #maafkampungan
Yes! Buat yang udah pernah datang, gue setuju banget samamu kalau interior di sini sangat memikat mata. Detail interior yang minimalis namun tetap memperhatikan aspek estetika bisa membuat suasana terasa lebih cozy dan nyaman. Apalagi adanya greens yang ditumbuhkan di sini yang memberi kesan asri. Untuk nongkrong-nongkrong, chilling out, relaxing atau sekedar bekerja menggunakan gadget, gue pribadi merasa tempat ini merupakan destinasi yang tepat.
Tahu Bakar Jimbaran
Seperti urutan fine dining pada umumnya, kami disajikan beberapa menu appetizer dahulu sebelum menuju ke Main Course. Tahu Bakar yang disajikan dengan bumbu khas Bali dan sambal kecap ala-ala Holyduck menjadi pembuka. Disusul beberapa jenis sate, seperti Sate Bebek Gilimanuk, Sate Ayam Tabanan dan Sate Lilit.
Sesuai sebutannya, menu-menu sate ini berhasil menggugah selera gue (dan bikin gue makin lapar) setelah beberapa tusuk gue libas. Terutama menu Sate Bebek Gilimanuk yang terasa garing di bagian luar tapi lembut di bagian dalam. Kesan pahit karena dibakar juga tidak terasa, justru meninggalkan rasa asin yang lebih dominan.
Masih terbuai dalam comfort zone karena suasana interiornya yang cozy dan euforia gue menikmati menu bebek, menu Main Course mulai diantarkan. Menciptakan kesenangan yang makin berlebih.
Bebek Mentega (92rb)Signature Crispy Duck (88rb)Bebek Bakar (88rb)Bebek Goreng Penyet (88rb)Bebek Betutu (88rb)Bebek Pelalah Bali (85rb)
Dari semua menu-menu bebek yang disajikan, gue paling suka dengan Bebek Pelalah Bali. Bagi sebagian dari kami, cabai potong di antara suiran daging bebek terasa cukup pedas. For me, gue masih bisa mentolerir tingkat kepedasan yang ditawarkan menu ini.
Daging bebek yang lembut dengan aroma bumbu Bali yang khas juga menjadi hero selain dari cabainya yang nendang tadi. To make it short, gue suka keseluruhan experience menikmati menu yang satu ini.
Pilihan sambal yang bisa kamu pesan terpisah.
Hati-hati, saat leher mulai terasa kaku! Sayuran hijau pun menjadi menu yang gue sasar untuk mengimbangi asupan kolesterol hari itu. Kacang Panjang yang gue order karena kangkung sudah terlalu sering buat gue pribadi. Nyatanya, most of us suka dengan kacang panjang ini. Meski ditumis, tekstur dari kacang panjangnya ternyata masih garing. DENGAN CATATAN, tidak meninggalkan aroma sayur hijau mentah yang kuat.
Kacang Panjang Kalasan (27.5rb)Jamur Goreng Garing
Last but not least, Jamur Goreng Garing. Rasanya yang gurih dan tekstur jamurnya yang garing banget bikin rasa jamurnya seakan-akan tertutup. If they didn’t tell me, I wouldn’t know if this is Jamur Goreng.
Overall dining experience is good. Seperti yang gue bilang sebelumnya, gue suka dengan suasana interiornya yang minimalis dan nyaman. Apalagi ada sentuhan kafein tepat di sebelahnya. Kalau ngantuk setelah makan, tinggal pesan asupan kopi dari sebelah.
However, untuk kunjungan berikutnya harus tunggu awal bulan dulu deh sepertinya. Atau kalau ada dari kamu yang mau nraktir, gue oke-oke aja :D.
Holyducks
Jalan A. Rivai No 4
#halal
Lokasi: https://goo.gl/maps/eDv6gnqHnon
Nggak ada rencana sama sekali untuk singgah di Warung Nasi Memeng pagi itu, meski tempat ini sudah menjamur di “To Visit List” kami. Awalnya, gue dan Hardy hanya berencana berburu sedikit sarapan dan kue di tengah keramaian dan beceknya jalanan Pasar Beruang. Well, sedikit gerimis yang masih mengguyur pagi itu bisa jadi alasannya. That didn’t stop us from looking for breakfast that morning.
To make it short,we’ve found what we’re looking for.
Sambil berjalan menuju tempat parkiran kendaraan, kami sedikit berdiskusi tentang destinasi berikutnya. “Kali ini yang dituju harus makanan berat“, kata gue. Memang pagi itu yang kita cari hanyalah beberapa kue yang umum dijadikan sarapan (menjawab pertanyaan pembaca yang bingung dengan apa yang kita cari di pasar tadi). Gue buka Hp, buka agenda Makanmana, scroll ke bagian “To Visit List” dan dengan mantapnya memilih Warung Nasi Memeng sebagai lokasi berikutnya (karena tempatnya cukup dekat).
Steling Nasi Memeng
Tidak jauh kami menggeber motor kami sejak beranjak dari pasar tadi, kami melihat ada tulisan Nasi Memeng di steling pada salah satu ruko di sebelah kiri jalan. Saat itu bagian dalam steling masih kosong. Tidak ada satu makananpun yang terpampang menggoda di sana. “Oh, kami buka kok. Sayurnya sudah siap. Tinggal tunggu diangkat (menuju ke steling) saja“, kata seorang pria tua yang ternyata pemiliknya.
Si Pria Tua dan anak-anaknya.
Sambil menunggu pesanan kami diantar, kami memperhatikan Si Pria Tua tadi mengambil langkah menuju ke meja kasir di bagian kanan ruangan dengan seorang ibu-ibu yang sedang duduk di belakangnya, which is his wife.Dan betapa terkejutnya kami saat mereka justru berbincang dengan menggunakan bahasa Hokkian. Maklum dari segi penampilan dan paras wajah si ibu, tidak mengherankan jika kami menginterpretasinya sebagai non-Tionghoa yang mungkin bakal asing dengan bahasa Hokkian.
Okay! Simpan dulu pertanyaannya untuk nanti. Kita lanjutkan saja dulu berhubung makanan sudah diantar.
Nasi Campur/Sayur (mana yang benar ya?)
Penampilan dari Nasi Sayurnya membuat mata berbinar dan perut berguncang. Meski beberapa jajanan kue pasar tadi sudah kami kunyah, tapi aura dari Nasi Sayur ini ternyata begitu kuat. Sepiring nasi dengan isiannya yang berupa sayur nangka, kuah gulai, tauco, keripik kentang yang diparut tipis dan bihun. Ehem! Nasinya terbilang sedikit memang. Tidak cocok untuk gue yang perlu tenaga lebih banyak untuk mengangkat beban tubuh gue yang besar.
Nasi Tambah
Langsung saja kami panggil pelayannya untuk pesan nasi tambah. This is the real Nasi Tambah. Bukan cuma diberi nasi putih, tapi termasuk dengan sayurannya. Ohhhh, sesi foto demi artikel ini bener-bener menyiksa :D. Kami harus melihat makanan-makanan ini tidak tersentuh lidah kami begitu lama demi kami pampang di blog ini untuk kamu baca.
Telur Rendang dan Ikan Sambal menjadi pilihan gue hari ini, sedangkan Hardy cukup puas dengan Telur Dadar dan Ayam Goreng.
Telur RendangIkan Sambal
Tidak lama setelah suapan pertama Telur Rendangnya, gue melangkah ke daerah steling dan minta tambah bumbu rendangnya. Kira-kira kenapa? Cocok di lidah gue! Rasanya dominan asin dengan aroma rempah yang kuat. Gue suka aroma santannya yang masih terasa daripada hilang tertutup aroma rempah.
Ikan Sambalnya juga tidak mengecewakan. Apalagi dengan rasa sambalnya yang manis manis gurih. Klop!
Telur Dadar
Ayam Goreng
Gue melihat Hardy sudah mengusap-usap perut pertanda kenyang di seberang meja. Tidak lama, gue dan Hardy berangkat menuju ke kasir untuk bayar dosa-dosa kami di meja tadi. “Koko ini makan apa saja tadi?”, said the lady to her daughter in Hokkian. Dengan tak sabaran, gue bertanya ke beliau tentang kemampuannya berbahasa Hokkian TANPA ADA KESALAHAN INTONASI.
Okelah, ganti pertanyaan. Ternyata pusat dari Warung Nasi Memeng yang di Siantar masih beroperasi. Awalnya gue pikir Nasi Memeng ini pindahan dari Siantar. Maafkan kebodohan gue yang nggak bisa membedakan “Cabang dari” dengan “pindahan dari” pada tulisannya di steling. Yang di Siantar sekarang dijalankan oleh tante dari Si Ibu tadi.
Tuh, ada gue dan tulisannya yang besar dan jelas.
Ngomong-ngomong, makanan di sini tidak mengandung babi (nggak pakai kata “Halal” karena sertifikasinya bayar, nanti Makanmana kena charge lehhh). Untuk yang muslim boleh dituju nih tempatnya, yang pastinya setelah akhir bulan puasa ya (artikel ini ditulis saat bulan puasa).
Untuk menemukan tempatnya, sangat gampang sekali. Lokasinya yang strategis karena berada di jalan utama membuatnya searchable dan reachable. Kalau kamu sedang berada di Jalan Wahidin dari arah Jalan Thamrin menuju ke Jalan Aksara, kamu akan menemukan tempat ini di sebelah kiri jalan sebelum jembatan simpang Jalan Sulang-Saling.
Jadi, kalau ada rencana kemari boleh banget ajak gue dan tim. ^^
Warung Nasi Memeng
Jalan Wahidin, sebarisan Euro Premiere Bakery
#halal
Jam buka: 10.00 – 13.00 WIB
Lokasi: https://goo.gl/maps/BEAdkZkSx6A2
Berawal dari rasa penasaran akan makanan alpukat, kami pun menjajal beberapa pegiat kuliner alpukat kota Medan. Alhasil kami berhasil kumpulkan beberapa list kuliner dengan bahan dasar alpukat yang menurut kami cukup outstanding dan mewakili kuliner alpukat di Medan secara umum. Termasuk Pokat Kocok di Simpang Glugur yang fenomenal banget (hingga ke media nasional).
So, apa saja sih kuliner berbahan alpukat yang kita kunjungi? Apa saja fakta menarik di balik buah alpukat? Simak 5 lokasi kuliner alpukat berikut ini.
Avocado Coffee Float – Macehat Coffee
First of all, kalau ngomongin tentang alpukat pantang banget untuk lewatin menu yang satu ini. Gue rasa hampir seluruh penduduk Wakanda, ehm, maksudnya Medan tahu yang namanya Macehat dan juga menu andalannya Avocado Coffee Float.
Macehat sebenarnya adalah coffee shop yang dari namanya sih udah ketebak fokusnya adalah di kopi. Sampai suatu saat, ada masa di Medan ketika buah alpukat menjadi booming banget dan lagi tenar-tenarnya, why not Macehat juga develop sesuatu yang menggunakan alpukat. Lahirlah Avocado Coffee Float.
Avocado Coffee Float
Claimed to be their best-seller product, menu wajib di Macehat ini menawarkan rasa yang tidak bikin eneg. Perpaduan pahitnya kopi espresso dengan rasa manis alami dari alpukat serta diberi toppings coklat bubuk, coklat cair, meses dan dilengkapi dengan es krim rasa coklat juga. Mix it all and they tasted so much balanced.
Macehat Coffee Shop
Jalan Karo No 20
Buka: 10.30 – 18.45
Avocado Devil Roll Cake – Affinois
Affinois memang terkenal unik dan berbeda dengan brand kue tradisional lainnya di Medan. Berbeda dengan resep lagis legit yang banyak memakai aroma rempah pada umumnya, Lapis Legit Affinois menonjolkan aroma roombutter, memakai lebih banyak kuning telur, dan bereksperimen dengan beragam rasa dan tekstur yang lebih digemarin anak muda.
Enough with Lapis Legit story, kali ini kita mau bahas tentang Bolu Gulungnya. Devil Avocado Roll Cake. Bolu gulung dengan campuran adonan yang menggunakan bubuk Black Charcoal berhasil dikawinkan dengan filler berbahan blendedavocado yang warnanya cenderung putih.
Kenapa putih? Karena warnanya ini bener-bener tergantung dari supply buah alpukat yang didapat oleh Affinois. Bisa jadi supply yang didapat berwarna hijau pekat atau justru berwarna hijau pucat. Lalu, alpukat yang sudah dihaluskan dicampur lagi dengan cream yang berwarna putih, sehingga warna asli dari alpukat jadi tidak terlihat lagi pada filler bolu gulungnya.
Go get a roll, have them cooled and enjoy!
Affinois
Jalan Mojopahit No 12E
Buka: 09.00 – 18.00
Pancake Alpukat – Sari Laut Nelayan
Restoran Nelayan? Hampir seluruh manusia di Medan sudah pada tahu. Termasuk Pancake Alpukat dari restoran ini. Sebelumnya Nelayan menyediakan tiga varian rasa pancake yang berbeda, Durian, Alpukat dan Mangga. We don’t know why (and we didn’t ask), Pancake Mangganya sudah discontinued alias tidak dijual lagi. Padahal menu Pancake Mangga cukup dikangenin oleh salah satu dari tim kami. Let’s move on, shall we?
Gue lebih setuju ini bahasanya “makan alpukat dengan topping pancake” instead of “makan pancake dengan filler alpukat”. Kulit pancake yang digunakan bener-bener tipis, bahkan tidak begitu terasa ketika sudah mendarat di lidah. Rasa manis dari krim dan alpukat yang lebih dominan dari segi rasa dan jumlahnya menutupi si kulit pancakenya itu sendiri. Personally, gue puas dengan pancake alpukatnya. Kamu bisa lihat sendiri betapa tipisnya kulit pancake ini di foto di bawah.
Bisa dibilang 99% krim alpukat dan 1% kulit pancake kalau boleh gue simpulkan dengan asumsiku pribadi. Membuat pancake alpukat ini juga gampang-gampang sulit. Kalau kamu ada nonton video 5 Top Makanan Alpukat Medan, maka kamu akan tahu kalau kesulitannya berada pada pemilihan buah alpukat itu sendiri. Ada syarat khusus seperti tidak boleh yang berserat dan tidak boleh yang terlalu keras ataupun lembek. Well I think, you should give it a try if you haven’t, mate!
Sari Laut Nelayan
Jalan Putri Merak Jingga
Buka: 10.00 – 14.30; 17.30 – 22.00
Le Avochoco Supreme – Le Chic Bakehouse
Meski outlet Le Chic Bakehouse yang berada di Jalan S. Parman simpang Jalan Karo ini baru diresmikan beberapa waktu lalu, Le Chic Group sendiri termasuk pemain lama di bidang F&B Medan. Tak tanggung-tanggung, Le Chic sendiri sudah mulai memenuhi kebutuhan desserts masyarakat Medan sejak 1999. Termasuk menyediakan produk mereka untuk coffee shop seukuran Starbucks pada masanya (sekitar 2004), dan produk inilah yang akan kita bahas di sini.
Le Avochoco Supreme
Avocado Mousse atau sekarang telah berganti nama menjadi Le Avocado (Le Avochoco untuk yang ukuran “whole cake”) merupakan produk best-seller dari Le Chic. Gue pribadi sangat yakin menu ini pantas menyandang gelar tersebut. Teksturnya yang melt-in-mouth membutuhkan kemampuan khusus untuk membuatnya. Tidak mudah membuat desserts seperti ini.
As they claimed, kalau kamu menemukan menu serupa dengan tekstur serupa di luar dari Le Chic, chef yang membuatnya merupakan chef dari Le chic yang hengkang atau hijrah. Sehingga menyebarkan menu Avocado Mousse ini. ‘Cause they are the first to invent this menu in Medan (as they claimed too).
Terlepas dari itu, gue rasa worth it banget untuk sekedar menghabiskan tea-time atau weekend di Le Chic Bakehouse yang menawarkan suasana dine-in yang nyaman sambil menikmati Le Avocado ini.
Le Chic Bakehouse
Jalan S. Parman simpang Jalan Karo
Buka: 09.00 – 22.00
Es Pokat Kocok – Pokat Kocok Barokah
Gerai yang awalnya berjualan dengan gerobak di sekitar Stadion Teladan berhasil membuktikan dirinya untuk survive di tengah persaingan Pokat Kocok di Medan dengan membuka sebuah toko yang berada di Jalan HM Joni.
Secara pribadi, Es Pokat Kocok dengan Gula Merah cukup jarang gue dengar. Begitu pula dengan Pokat Kocok yang diberi topping Es Krim. Since Pokat Kocoknya ada diberi pemanis tambahan, gue cuma bisa bilang segelas penuh Pokat Kocok Es Krim atau Pokat Kocok Gula Merah ini lebih ke sweet-basedblended avocado.
Untuk harganya yang terjangkau dan rasanya yang cukup menenangkan dahaga di saat terik, gue rasa masih worth untuk gue kunjungi. But, to be honest,nothing else more special from this outlet.
Pokat Kocok Barokah?
Jalan HM Joni, seberang Museum Sumatera Utara
Buka: 11.00 – 23.00
Itu dia 5 lokasi kuliner dengan bahan dasar alpukat yang kami kunjungi di Medan. Yang mana yang menjadi favoritmu?
Atau kalau ada rekomendasi kuliner alpukat yang kamu ingin MaMa kunjungi, beri komentarmu di bawah ya!^^
Saat melangkah memasuki kedai, aroma soto yang bertebaran di udara menjadi nostalgia salah satu anak MaMa yang bersekolah di seberangnya. Ya! Soto Babi Aseng yang berada tepat di seberang sekolah WR Supratman. Masih ingat dengan artikel MaMa tentang Chinese Food Ayi Gal Gadot? Nah, Soto Babi ini berada di dalam kedai kopi yang sama.
Untuk kamu yang mau cari sensasi baru dari Soto Sinar Pagi atau Soto Kesawan, soto babi Aseng ini bisa menjadi salah satu pilihan. Dengan menghadirkan citarasa yang lebih mild, aroma rempah yang lebih ringan dan kuah yang tidak terlalu kental tapi tetap menghadirkan rasa soto yang khas, gue pribadi yakin kalau Soto Aseng ini bisa dinikmati berulang kali tanpa meninggalkan rasa jelak.
Soto Babi Aseng (25rb)
Meski begitu, Soto Babi Aseng ini agak berminyak kalau menurutku. Tapi tekstur dagingnya yang lembut dan jauh dari kata alot saat digigit pun seakan menjadi nilai plus yang menutupi problema tadi–apalagi dagingnya cukup generous.
Tidak begitu cocok dengan daging babi? Daging ayam juga disediakan oleh koh Aseng di sini. Sesederhana mengganti daging babi menjadi daging ayam, jadilah Soto Ayam Aseng. Kuah sotonya ya tetap sama.
Suasana kedai kopi yang nyaman menjadi salah satu faktor kami mengunjungi tempat ini. Rasanya semua masyarakat dari semua elemen menyatu tanpa ada perbedaan di tempat ini. Rasa kekeluargaan dan kehangatan terasa masih sangat kental saat duduk di tengah ruangan kedai ini. Sekedar melancarkan pandangan ke interiornya yang masih tradisional–meja granit, plafon yang termakan usia, dinding keramik yang menguning–bakalan bikin kamu teringat terus akan kota Medan jika suatu saat kamu harus pergi jauh dari kota Medan.
Lokasinya sama mudahnya dengan menemukan lokasi Ayi Gal Gadot. Kedai Soto Babi Aseng berada di Jalan Asia simpang Jalan Lahat dengan kedainya yang menghadap langsung ke jalan Asia.
Soto Babi Aseng
Jalan Asia, simpang Jalan Lahat
Buka: 07.00 – habis
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/eF5HsCYBsCG2
Hayoooo ngaku dong siapa yang nggak pernah nongkrong di cafe bernuansa nusantara??? Kids jaman now jangan cuma nongkrong di cafe-cafe modern dong. Kita harus juga mengenal cafe-cafe yang bernuansa nusantara sebagai rakyat Indonesia.
So, dimana sih kita bisa nongkrong nusantara style??? MaMa punya 4 to-visit-list nih buat kalian. Cekidot!
1. Sajian Bhinneka
Bhinneka Tunggal Ika! Demikianlah bunyi dari semboyan bangsa Indonesia. Guess what, this is the name of our first to-visit-list;Sajian Bhinneka.
Dari entrance nya aja gue sudah bisa ngerasain Indonesian feel nya itu.
Rata-rata furniture disini sih terbuat dari kayu. Tapi ceiling yang satu ini sangat menarik perhatian gue. Why? Karena disini kalian bisa lihat berbagai ornamen tradisional seperti topeng wayang, dll digantung di langit-langit bumbung gajebo utamanya.
Resto ini memang nggak pake AC sih tapi ruangan terbukanya aja sudah cukup sejuk karena banyak pepohonan disekitarnya.
Yang namanya tempat nongkrong bernuansa nusantara, pastinya ada makanan khas Indonesia dong. Salah satunya yaitu Nasi Tumpeng Pertiwi, makanan yang biasanya digunakan masyarakat Indonesia dalam berbagai perayaan.
Nasi Tumpeng Pertiwi
Untuk paket nasi tumpeng dari Sajian Bhinneka, ada ayam suwir, sate ayam, jagung bakar, mie goreng, telur mata sapi, abon ayam, lalapan, sambal ijo dan merah, dan yang pastinya ada nasi kuning. Sambalnya diletakkan di atas tomat yang dibentuk seperti keranjang, dan gue rasa itu unik banget.
Kalian tau nggak sih kalau tiap lauk di nasi tumpeng itu ada makna nya sendiri? Contohnya, telur yang artinya kebersamaan, dan lain sebagainya. Datang dan coba cari tahu deh!
Yukk jangan tunggu-tunggu lagi. Langsung saja kunjungi Sajian Bhinneka
2. Budaya Resto
Boleh dibilang Budaya Resto ini merupakan salah satu resto bernuansa Nusantara yang paling cantik di Medan. Yang pastinya, tempat ini superr duperrr luaaaass pake banget! Bagian belakang nya juga ada tempat rekreasi yang namanya Budaya Land. Di dalam Budaya Land, masih ada 1 cafe yang namanya Coffee Cabin. Penasaran seberapa luas Budaya Resto ini? Come and see, then you’ll know.
Dari entrance nya aja pun kalian udah bisa ngerasain nusantara feel nya. Ada payung teduh Bali style gitu dan taman yang dikelilingi gajebo-gajebo.
Untuk makanan nya, pastinya ada salah satu makan favorit turis yang datang ke Indonesia (menurut buzzfeed.com), yaitu Nasi Goreng Kampoeng yang rasanya sesuai standar cita rasa Indonesia, yaitu ada perpaduan antara rasa pedas, asin, dan sedikit manisnya yang berasal dari kecap manis.
Nasi Goreng Kampoeng
Wait, masih ada yang lain nih. Ini juga salah satu makanan khas Indonesia, yaitu Gado-Gado.
Gado-gado
Penasaran? Go visit them and you’ll figure it out! Jangan lupa masuk ke Budaya Land yaa Budaya Resto
3. Lady Batiq
Dari nama cafe-nya aja udah tau kalo cafe yang satu ini bernuansa nusantara, yakan? Batik adalah salah satu seni khas Indonesia yang sudah terkenal di seluruh dunia. Bahasa gaulnya yah… batiq… biar lebih gawl ala Princess Syahrini gitu.
Lady Batiq sudah dibuka sejak tahun 2013, dan alasan mengapa cafe ini dibuka yaitu karena owner-nya suka dengan hal-hal berbau etnis. Nah, Lady Batiq itu bukan hanya sebuah cafe tapi juga gallery, dan mereka juga ada jual ornamen-ornamen tradisional gitu dan yang pastinya, ada batik! Awalnya sih mereka cuma pengen buka gallery saja, tapi tiba-tiba terpikir konsep untuk membuka cafe, jadi sekalian deh!
Dan ada 1 hal lagi yang menarik perhatian gue banget. Yaitu ladybug ini yang tebuat dari kulit kelapa. And this is what I called as “kreativitas dan imajinasi tanpa batas” yang tak terkalahkan oleh imajinasi Spongebob. *ehh..
Untuk makanannya, here’s one of their best sellers, yaitu Mie Goreng Tempo Doeloe. Gue suka sih sama mie ini. Karena mie nya itu ditumis becek-style gitu which I like dan kerupuk udang nya itu enak banget karena walaupun gue sudah habiskan waktu buat foto-foto lama banget, tapi kerupuk nya masih renyah! Bawang goreng nya juga nggak pelit. One more thing, telur mata sapinya itu mungkin terlihat overcooked BUT let me tell you something, di tengah egg-yolk nya itu masih melting gimana gitu. Overall, cocok sama tastebud gue sih.
Sayangnya, gue datang ke sini bukan pas malam hari. Karena di lantai 2 Lady Batiq ini ada outdoorarea yang baru dibuat dan tampaknya sih bagus untuk gue jadikan lokasi narsis-narsis.
Let me share something. Yang gue paling suka dari cafe ini yaitu soal wifi-nya. Karena username & password wifi-nya semua sudah tertera di atas meja. Jadi kita nggak usah menahan malu buat nanya password wifi-nya ke karyawan, yakan? Agree?
Buat kalian yang nggak pernah ke Bali dan pengen rasain sensasi Balinese,you must visit this place! Walaupun masih beda jauh dari Bali yang asli, tapi lumayan deh buat foto-foto, post di Instagram dengan caption“Hi, I’m at Bali.”
Kalau dari namanya aja sudah “Bebek Ubud”, pasti speciality nya di hidangan bebek dong, right?
Ini salah satu best seller mereka, yaitu Bebek Crispy.
Walaupun penampilannya bebek ini kering dan keras, tapi ternyata bebek ini crispy banget, sesuai banget dengan namanya.Crispy outside, tender inside.Bumbunya juga meresap banget ke dalam. Overall enak sih menurut gue karena bebeknya gak berminyak banget.
One thing for sure, jangan lupa pesan minuman nya yang fresh biar lebih terkesan seperti lagi di pantai-pantai di Bali gitu. Biar ceritanya ini seperti tips and tricks Bali chillax day versi KW Super.
Inilah penampakan Light Pineapple & Karang Asem.
Sampai sejauh ini, gue quite impressed dengan masakan disini karena lumayan mirip dengan yang pernah gue cicipi di Bali. Menurut wawancara sih chefnya itu langsung didatangkan dari Bali.
So, jangan ditunggu-tunggu lagi. Kunjungi aja langsung! Bebek Ubud
Conclusion
Nah, itulah beberapa tempat untuk Nongkrong Nusantara Style versi MaMa. Kalau ada rekomendasi cafe/resto berciri khas nusantara lainnya, silakan comment di bawah ini. Jangan lupa share ke teman kamu yahh!
Tidak henti-hentinya gue menyerukan tentang “pelestarian” kuliner legendaris yang semakin termakan zaman. Salah satunya adalah Sate Babi Yose Rizal ini. Sedikit bersyukur karena kini Acek sudah menempati lokasi baru yang lebih rapi dan teratur. Suasana dine-in juga terasa lebih nyaman dibanding lokasi sebelumnya.
Masih dengan gerobak becak satenya yang khas dan cara berpakaiannya yang sederhana, Acek ini menjajakan sate kacang andalannya. Acek ini sebenarnya bukan orang Medan, tetapi asli orang Padang yang hijrah ke Medan. Dengan dialek Hokkian khas daerahnya, kami disambut dengan sangat hangat dan ramah. Mempersilahkan kami duduk dan memberikan kami izin untuk merekam dan memfoto aksi-aksinya.
Gerakan-gerakan luwesnya saat menyusun sate di atas panggangan, menyapunya dengan minyak, menggoyangkan lengannya yang keriput namun kokoh, hingga menyajikannya ke atas meja terasa sangat satisfying. Sempat terbersit sejenak entah sampai kapan legenda ini akan bertahan.
Rahasia dibalik kelezatan satenya adalah sebelum dipanggang dan disajikan ke pelanggannya, sate mentahnya direndam dulu dengan bumbu kecap selama kurang lebih dua jam. Of course he won’t reveal what’s his special recipe :D.
Sate + Lontong (36rb/porsi)
Sebenarnya gue pribadi bukan pecinta lontong jenis kenyal, kilat dan lembut seperti ini. I prefer a lil tough one. Tapi, satenya sangat-sangat menyentuh hati gue. Meski daging di tiap tusukan satenya tidak terlalu besar, tapi rasanya yang manis, lembut, tidak alot, dan sedikit garing serta memiliki aroma kecap yang harum bener-bener membayar kekurangan tadi.
Sudah lama sejak terakhir gue menikmati sate kacang (bener-bener tidak sentuh sate kacang manapun) sebelum gue pindah rumah, dan sate kacang Acek ini mampu mengembalikan nostalgia lama. Going back here to have his heavenly tasted pork skewers during ChengBeng festival? It’s a must, I say!
Legenda nih.
Beda sama lokasi kekinian yang banyak digandrungi kids zaman now, lokasi Acek ini justru seakan menjadi lokasi perkumpulan masyarakat sekitar Medan yang sudah senior. Yang patut kamu garis bawahi adalah tempat Acek ini tidak pernah sepi dan selalu sold-out! Gojek? Yes! Dine-in? Yes! Tapao? Yes! Pokoknya adaaaaaa aja yang order.
Gado-Gado juga boleh menjadi alternatif pilihan di sini. (17rb)
Tempat Acek ini gampang banget ditemukan. Kalo lewat Jalan Yose Rizal dan nampak tulisan Kedai 101 dan spanduk besar bertuliskan Yose Rizal, nah disitu lah gerobak becak Acek ini ngetem.
Sate Kacang Yose Rizal
Jalan Yose Rizal No 101, Kedai Kopi 101
Buka: 17.00–21.00 (kalau lebih cepat habis ya tutup lebih awal)
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/TGLSXTFaVMu
Malam sebelumnya kami sempat heboh di group. Jempol gue bahkan nggak sempat istirahat untuk mengetik opini gue soal Purezza cafe. Bukan membicarakan tempat, lokasi atau makanannya, lebih ke bagaimana kita mendatangi tempatnya. Biasalah…. Orang Medan mah kalo nggak nebeng, nggak bekawan namanya.
Sebanyak dua mobil dikerahkan tim kami untuk mengunjungi tempat ini. Leo bahkan sempat kebingungan di mobil dan mengasosiasikan rumah makan M&R sebagai Purezza Cafe yang kita tuju. Memang bakalan ada cerita menarik soal hubungan M&R dengan Purezza Cafe nantinya. Tungguin saja di akhir artikel.
Mungkin ini pertama kalinya gue mengunjungi cafe yang kalau masuk harus membunyikan bel dahulu. Purezza cafe tidak sembarangan menerima tamu, melainkan tamu yang telah reservasi terlebih dahulu. WOW. Private dining, bener-bener private seperti yang dielu-elukan ownernya sebelum kedatangan kami.
Penampilan eksterior Purezza Cafe sih tampak normal-normal aja saat kami pandang dari dalam mobil. But, what surprised us was when we started to make our first step passing the door. Kami disambut oleh sebuah ruangan kecil banget dengan sebuah cermin besar tepat dihadapan kita dan toilet dibelakang cermin tentunya. Keseluruhan ruangan kecil ini ditempeli dengan wallpaper bunga bergaya klasik. Semakin lengkap pula rasa eerie kami saat mata tertuju ke pintu yang menghubungkan ruangan kecil ini ke ruangan utama. Dua pintu kayu geser yang sepertinya sudah lapuk dan dimakan usia.
Kami sempat salah sangka dengan kengerian ruangan kecil tadi dan pada saat yang bersamaan kami menyesal sekaligus terbelalak takjub dengan suasana ruangan utama yang mengagumkan.
Hiasan dinding ala peranakan, sepeda ontel kuno di sisi kanan kami lengkap dengan keranjang dan sedikit buket bunga di atasnya, gantungan pot pot bunga dengan tumbuhan hijaunya yang segar di atap dan keseluruhan warna pastel dan campuran kuning dan hijau pekat yang mencerminkan suasana khas Melayu. Keseluruhan harmoni interior ini mampu membuat gue dan seluruh tim terpana dan hampir menghabiskan waktu 1 jam untuk sekedar berfoto ria, not to mention their epic table setting.
Piring, gelas, hiasan bunga, sendok yang dimulai dari sendok sup, sendok dessert dan sendok main course ditata rapi sepanjang meja yang mampu memuat sebanyak 6 personil. Masing-masing dari kami mengisi bangku-bangku seakan sudah paham posisi duduk kami. Tertib dan rapi.
Seorang wanita yang berpenampilan hitam elegan yang rapi dengan rambutnya yang curly dan agak mengembang serta senyum khasnya yang sulit dilupakan keluar dari biliknya dan menghampiri kami, yang kemudian kami kenal sebagai Auntie Mita.
Who’s Auntie Mita?
Auntie Mita – pemilik Purezza Cafe
Saat yang lain masih sibuk dengan obrolan ringan masing-masing, Bu Mita bercerita cukup banyak bersama Leo, gue dan beberapa dari kami lainnya. Topiknya tidak jauh-jauh dari seputar cafenya ini. Nah, di sinilah kemudian kami tahu kalau Rumah Makan M&R awalnya didirikan oleh Auntie Mita, yang kemudian di-takeover oleh adik perempuannya.
Pada masanya, Rumah Makan M&R menyajikan menu-menu gabungan dari ChineseFood dan Peranakan StyleFood. Why? Karena pengunjungnya saat itu sebagian besar merupakan turis yang berasal dari Negeri Jiran, Malaysia. Yes, turis yang gemar dan terbiasa dengan makanan khas Peranakan.
Bertolak dari sana, Auntie Mita kemudian memiliki ide untuk membuat satu restoran khusus yang menyajikan makanan khas Peranakan, lahirlah Purezza Cafe dengan sistem “reservationonly“ yang membuatnya menjadi cafe “private“.
The Peranakan-Style Cuisine
Ebi Pete
Tampaknya Head Chef Purezza Cafe tidak sanggup menunggu lama-lama untuk memamerkan keahlian memasaknya yang tertuang pada makanan-makanan yang akan disajikan sebentar lagi. Ebi Pete menjadi yang pertama diantarkan ke depan kami. Gue pribadi sempat salah mengartikannya sebagai nasi goreng. Maklum masih kebawa sama feel Nasi Goreng Pete yang di post di feeds Instagram @Makanmana minggu kemarin.
Surprisingly, Ebi Pete ini yang pada akhirnya menjadi menu favorit dari kami. Aroma dari petenya tidak bercampur dengan ebi yang membuat mereka yang “non-pete” seperti gue bisa menikmatinya dengan tenang. Ebinya yang lembut dan dominan asin bener-bener menjadi kawan makan nasi yang paling klop. Gue pribadi bahkan berani memberi predikat “sempurna” untuk menu ini, mengingat klaim ownernya kalau makanan di Purezza ini tidak menggunakan MSG.
Udang Nenas Nyonya
What’s come after that Ebi Pete on our favorite list is thisUdang Nenas Nyonya. Udang yang ukurannya bahkan 2x lebih besar daripada sendok kami ini dimasak dengan bumbu kari, nenas dan tomat untuk lebih menguatkan rasa manisnya. Kami dipaksa setuju akan klaim ownernya yang mengatakan bahwa beliau menggunakan bahan-bahan yang berkualitas dan fresh pada setiap masakannya.
Udang yang disajikan pun mendukung pernyataan tersebut. SEGAR, yang kami simpulkan dari manis alami udang tersebut serta teksturnya yang masih garing-garing kenyal dan juicy. Potongan nenas yang terpampang juga bukan sekedar hiasan. Hardy bahkan terkejut kalau rasa nenasnya ternyata memang manis.
Daun Ubi JalarBabi Kecap NyonyaDaging Ikan Masak KencongKiamcai Ak dengan potongan daging babi di dalamnya.
Hampir kesemua menu yang disajikan tidak ada yang mengecewakan. Babi Kecapnya yang manis dan juicy, Ikan Kencongnya yang terasa fresh, tidak amis dan masam-masam segar bahkan Kiamcai Ak dengan potongan daging babi yang masih berlemak dan lembut semuanya tidak bersisa kami libas. Meskipun di meja sebelah yang dominan cewek bersisa, KAMI BUNGKUS PULANG.
Cewek-cewek ini lebih milih jaga body, kecuali Leo yang lahap nafsu makannya.
Anyway, kami sempat disajikan dulu sedikit makanan pembuka berupa Kue Keladi dengan Babi Cincang. Please take note kalau Kue ini bukan buatan Purezza Cafe melainkan buatan tangan teman owner.
Semua orang sudah terduduk lemas dengan senyum merekah di bibir, menceritakan pengalaman menikmati makanan barusan masing-masing, membandingkan menu yang satu dengan yang lain, menciptakan hubungan kedekatan yang lebih dari sekedar teman satu tim, menjadikan kami sedekat keluarga.
Dan masih saja Purezza Cafe tidak henti-hentinya mengejutkan kami. Mengantarkan dua porsi Kue Lupis dan saus gula merahnya yang manis ke meja kami sebagai makanan penutup. Kami kira proses jamuan makan telah berhenti sampai di dirapikannya meja kami tadi.
Kue Lupis
Ada alasan tertentu dibuatnya sistem “Reservation Only” pada cafe ini. Seperti kata Bu Mita sebelumnya, makanan yang disajikan harus berada dalam keadaan High Quality. Artinya, bahan makanan yang digunakan harus fresh dan bukan berasal dari stok lama. Dengan sistem pemesanan seperti ini, kontrol terhadap bahan makanan menjadi lebih terjaga. Auntie Mita hanya perlu mempersiapkan bahan makanan sehari sebelum kedatangan pengunjung agar tetap fresh.
Will We Come Back Here?
Banyak opini dari masing-masing dari kami. Beberapa berpendapat kalau hanya untuk sekedar masakan rumahan tidak perlu sampai ke private dining segala, ketika beberapa lainnya berpendapat untuk kesan pribadi dan atmosfirnya yang homey serta makanannya yang memang sesuai di lidah, mereka akan kembali bersama keluarga tentunya.
Well I think, gue pribadi harus kembali lagi kemari bersama keluarga. Somehow, tempat ini memunculkan kenanganku saat dinner SaCapMeh-an kemarin bareng keluarga. Apalagi, memang makanan di sini tidak ada yang mengecewakanku, malah sebaliknya. Mungkin aku akan menceritakan betapa enaknya makanan ini sampai-sampai orang lain berpikir kalau aku tim promosi Purezza Cafe. Besides, menurut salah satu dari kami, cita rasa Peranakan seperti yang dulu pernah dirasakan saat berada di Malaysia mampu dihadirkan kembali di Medan dengan sangat apik.
Tidak Full Team
Anyway, thanks a lot Auntie Mita and Purezza Cafe for hosting us that day. Such a remarkable lunch experience we were having.