Malam sebelumnya kami sempat heboh di group. Jempol gue bahkan nggak sempat istirahat untuk mengetik opini gue soal Purezza cafe. Bukan membicarakan tempat, lokasi atau makanannya, lebih ke bagaimana kita mendatangi tempatnya. Biasalah…. Orang Medan mah kalo nggak nebeng, nggak bekawan namanya.
Sebanyak dua mobil dikerahkan tim kami untuk mengunjungi tempat ini. Leo bahkan sempat kebingungan di mobil dan mengasosiasikan rumah makan M&R sebagai Purezza Cafe yang kita tuju. Memang bakalan ada cerita menarik soal hubungan M&R dengan Purezza Cafe nantinya. Tungguin saja di akhir artikel.
Mungkin ini pertama kalinya gue mengunjungi cafe yang kalau masuk harus membunyikan bel dahulu. Purezza cafe tidak sembarangan menerima tamu, melainkan tamu yang telah reservasi terlebih dahulu. WOW. Private dining, bener-bener private seperti yang dielu-elukan ownernya sebelum kedatangan kami.
Penampilan eksterior Purezza Cafe sih tampak normal-normal aja saat kami pandang dari dalam mobil. But, what surprised us was when we started to make our first step passing the door. Kami disambut oleh sebuah ruangan kecil banget dengan sebuah cermin besar tepat dihadapan kita dan toilet dibelakang cermin tentunya. Keseluruhan ruangan kecil ini ditempeli dengan wallpaper bunga bergaya klasik. Semakin lengkap pula rasa eerie kami saat mata tertuju ke pintu yang menghubungkan ruangan kecil ini ke ruangan utama. Dua pintu kayu geser yang sepertinya sudah lapuk dan dimakan usia.
Kami sempat salah sangka dengan kengerian ruangan kecil tadi dan pada saat yang bersamaan kami menyesal sekaligus terbelalak takjub dengan suasana ruangan utama yang mengagumkan.
Hiasan dinding ala peranakan, sepeda ontel kuno di sisi kanan kami lengkap dengan keranjang dan sedikit buket bunga di atasnya, gantungan pot pot bunga dengan tumbuhan hijaunya yang segar di atap dan keseluruhan warna pastel dan campuran kuning dan hijau pekat yang mencerminkan suasana khas Melayu. Keseluruhan harmoni interior ini mampu membuat gue dan seluruh tim terpana dan hampir menghabiskan waktu 1 jam untuk sekedar berfoto ria, not to mention their epic table setting.
Piring, gelas, hiasan bunga, sendok yang dimulai dari sendok sup, sendok dessert dan sendok main course ditata rapi sepanjang meja yang mampu memuat sebanyak 6 personil. Masing-masing dari kami mengisi bangku-bangku seakan sudah paham posisi duduk kami. Tertib dan rapi.
Seorang wanita yang berpenampilan hitam elegan yang rapi dengan rambutnya yang curly dan agak mengembang serta senyum khasnya yang sulit dilupakan keluar dari biliknya dan menghampiri kami, yang kemudian kami kenal sebagai Auntie Mita.
Who’s Auntie Mita?

Saat yang lain masih sibuk dengan obrolan ringan masing-masing, Bu Mita bercerita cukup banyak bersama Leo, gue dan beberapa dari kami lainnya. Topiknya tidak jauh-jauh dari seputar cafenya ini. Nah, di sinilah kemudian kami tahu kalau Rumah Makan M&R awalnya didirikan oleh Auntie Mita, yang kemudian di-takeover oleh adik perempuannya.
Pada masanya, Rumah Makan M&R menyajikan menu-menu gabungan dari Chinese Food dan Peranakan Style Food. Why? Karena pengunjungnya saat itu sebagian besar merupakan turis yang berasal dari Negeri Jiran, Malaysia. Yes, turis yang gemar dan terbiasa dengan makanan khas Peranakan.
Bertolak dari sana, Auntie Mita kemudian memiliki ide untuk membuat satu restoran khusus yang menyajikan makanan khas Peranakan, lahirlah Purezza Cafe dengan sistem “reservation only“ yang membuatnya menjadi cafe “private“.
The Peranakan-Style Cuisine

Tampaknya Head Chef Purezza Cafe tidak sanggup menunggu lama-lama untuk memamerkan keahlian memasaknya yang tertuang pada makanan-makanan yang akan disajikan sebentar lagi. Ebi Pete menjadi yang pertama diantarkan ke depan kami. Gue pribadi sempat salah mengartikannya sebagai nasi goreng. Maklum masih kebawa sama feel Nasi Goreng Pete yang di post di feeds Instagram @Makanmana minggu kemarin.
Surprisingly, Ebi Pete ini yang pada akhirnya menjadi menu favorit dari kami. Aroma dari petenya tidak bercampur dengan ebi yang membuat mereka yang “non-pete” seperti gue bisa menikmatinya dengan tenang. Ebinya yang lembut dan dominan asin bener-bener menjadi kawan makan nasi yang paling klop. Gue pribadi bahkan berani memberi predikat “sempurna” untuk menu ini, mengingat klaim ownernya kalau makanan di Purezza ini tidak menggunakan MSG.

What’s come after that Ebi Pete on our favorite list is this Udang Nenas Nyonya. Udang yang ukurannya bahkan 2x lebih besar daripada sendok kami ini dimasak dengan bumbu kari, nenas dan tomat untuk lebih menguatkan rasa manisnya. Kami dipaksa setuju akan klaim ownernya yang mengatakan bahwa beliau menggunakan bahan-bahan yang berkualitas dan fresh pada setiap masakannya.
Udang yang disajikan pun mendukung pernyataan tersebut. SEGAR, yang kami simpulkan dari manis alami udang tersebut serta teksturnya yang masih garing-garing kenyal dan juicy. Potongan nenas yang terpampang juga bukan sekedar hiasan. Hardy bahkan terkejut kalau rasa nenasnya ternyata memang manis.




Hampir kesemua menu yang disajikan tidak ada yang mengecewakan. Babi Kecapnya yang manis dan juicy, Ikan Kencongnya yang terasa fresh, tidak amis dan masam-masam segar bahkan Kiamcai Ak dengan potongan daging babi yang masih berlemak dan lembut semuanya tidak bersisa kami libas. Meskipun di meja sebelah yang dominan cewek bersisa, KAMI BUNGKUS PULANG.

Anyway, kami sempat disajikan dulu sedikit makanan pembuka berupa Kue Keladi dengan Babi Cincang. Please take note kalau Kue ini bukan buatan Purezza Cafe melainkan buatan tangan teman owner.
Semua orang sudah terduduk lemas dengan senyum merekah di bibir, menceritakan pengalaman menikmati makanan barusan masing-masing, membandingkan menu yang satu dengan yang lain, menciptakan hubungan kedekatan yang lebih dari sekedar teman satu tim, menjadikan kami sedekat keluarga.
Dan masih saja Purezza Cafe tidak henti-hentinya mengejutkan kami. Mengantarkan dua porsi Kue Lupis dan saus gula merahnya yang manis ke meja kami sebagai makanan penutup. Kami kira proses jamuan makan telah berhenti sampai di dirapikannya meja kami tadi.

Ada alasan tertentu dibuatnya sistem “Reservation Only” pada cafe ini. Seperti kata Bu Mita sebelumnya, makanan yang disajikan harus berada dalam keadaan High Quality. Artinya, bahan makanan yang digunakan harus fresh dan bukan berasal dari stok lama. Dengan sistem pemesanan seperti ini, kontrol terhadap bahan makanan menjadi lebih terjaga. Auntie Mita hanya perlu mempersiapkan bahan makanan sehari sebelum kedatangan pengunjung agar tetap fresh.
Will We Come Back Here?
Banyak opini dari masing-masing dari kami. Beberapa berpendapat kalau hanya untuk sekedar masakan rumahan tidak perlu sampai ke private dining segala, ketika beberapa lainnya berpendapat untuk kesan pribadi dan atmosfirnya yang homey serta makanannya yang memang sesuai di lidah, mereka akan kembali bersama keluarga tentunya.
Well I think, gue pribadi harus kembali lagi kemari bersama keluarga. Somehow, tempat ini memunculkan kenanganku saat dinner SaCapMeh-an kemarin bareng keluarga. Apalagi, memang makanan di sini tidak ada yang mengecewakanku, malah sebaliknya. Mungkin aku akan menceritakan betapa enaknya makanan ini sampai-sampai orang lain berpikir kalau aku tim promosi Purezza Cafe. Besides, menurut salah satu dari kami, cita rasa Peranakan seperti yang dulu pernah dirasakan saat berada di Malaysia mampu dihadirkan kembali di Medan dengan sangat apik.

Anyway, thanks a lot Auntie Mita and Purezza Cafe for hosting us that day. Such a remarkable lunch experience we were having.
Purezza Cafe
Jalan Taruma No.52
(061) 452 1603
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/2WmGe1C3yHA2