Pertama kali denger Sabas Cafe, gue berpikiran bahwa ini akan menjadi cafe mainstream seperti biasanya—beberapa makanan Barat yang sudah umum, makanan dengan bahan dasar mie instan, minuman seperti jus dan soft drink. But, I was wrong (for the first time; read on to see how many mistake I’ve done). Ternyata setelah dikonfirmasi, Sabas Cafe ini restoran yang menyajikan makanan Denmark dan ownernya ternyata seorang ibu bersuku Batak. *and that’s why it got us to write this lengthy review.
Rasa penasaran muncul seketika dari diri gue ketika gue mengira ini makanan Batak yang dipadukan dengan makanan Denmark (this was my second mistakes). Tanpa panjang lebar gue setuju-setuju saja ngekorin Leo mengunjungi cafe tersebut. Kebetulan kami diundang untuk sekedar mingling bersama ownernya.

Kami disambut oleh menantunya saat tiba di cafe, “Ibu Elly sedang berberes dapur sebentar, bang.” katanya. Tidak berapa lama datang seorang wanita berumuran 50-an yang kemudian kita kenal dengan nama Ibu Elly.
Dibalik penampilannya yang agak acakan tanpa make-up, ternyata Ibu Elly ini orangnya ramah. Kami disapa dengan pelan menggunakan bahasa Indonesianya yang terkadang sedikit bercampur dengan bahasa Inggris.
Di sini kemudian gue baru menyadari kedua kesalahan gue tadi. Makanan yang disajikan di Sabas Cafe bukan makanan Batak X Denmark or whatsoever. Melainkan makanan-makanan rumahan yang dimasak sehari-hari oleh Ibu Elly selama di Denmark. Hard to say kalau itu tergolong makanan Denmark or Indonesia. Karena dari presentasinya seperti bukan makanan ala Indonesia and I have no idea makanan Denmark itu seperti apa. Fix! Gue kasih nama “makanan khas Ibu Elly”.
Karena kami disambut langsung oleh Ibu Elly, maka menu-menu kami disajikan dengan tata cara fine dining. Pumpkin Soup yang disajikan paling pertama sebagai appetizer. Kami diajarkan kalau cara menikmatinya harus dengan roti homemade mereka. Personally, gue memang anjurkan untuk kamu-kamu yang pesen menu ini harus dinikmati bersama roti. The pumpkin soup itself tasted dominantly salty.


Sambil menikmati satu demi satu hidangan kami, Ibu Elly bercerita banyak tentang dirinya. Beliau sebenarnya orang Medan asli, yang kemudian hijrah ke Denmark untuk mengejar karir. Di sanalah beliau bertemu dengan suaminya, orang Denmark asli, Carsten. Not so long after their meeting, they got married to each other. Hmmm… Sementara gue masih single happy di sini.

Hidangan memasuki second course ketika Ibu Elly bercerita lagi tentang tujuannya membuka cafe ini. Suami beliau menyarankan beliau untuk segera pensiun (I actually forgot whether she has retired or in process of retiring). Jadi, daripada hanya berdiam diri setelah pensiun, Ibu Elly mencari kegiatan yang bisa dilakukan, seperti membuka cafe ini.
Memasuki menu berikutnya, kami mengikuti Ibu Elly sampai ke dapur untuk sekedar “mengintip” seperti apa proses pembuatan makanannya.


Sambil mempersiapkan makanan, kami iseng-iseng tanya tentang arti penggunaan nama Sabas sebagai cafe. Dari jawaban ini confirmed sudah kalau Ibu Elly memang orang Medan asli. “Sabas” adalah nama rumah makan BPK dari ayah Ibu Elly dulu. Lokasi dibukanya RM BPK ayahnya dulu tidak berjarak jauh dari lokasi cafenya saat ini. Hanya sekitar 1 atau 2 blok menuju ke arah jembatan Simpang Pos.
Ibu Elly juga bercerita kalau bahan baku yang diperoleh di pasar lokal sedikit kurang memuaskan. Tidak hanya untuk dipresentasikan kepada pelanggan, tapi juga dari segi kepuasan dirinya. Beliau tidak bisa membuat makanan yang seberkualitas ketika di Denmark dulu.

Mungkin itu alasan pork chop yang kami nikmati terasa lebih alot saat dhidangkan. Tapi tentu saja bumbu rahasia buatan Beliau tidak mampu dikalahkan oleh tekstur daging babinya tadi. If only the pork tasted a lot juicier and tender, it would be perfect.
Begitu juga dengan bacon yang ada di dalam Pomade Burger—yang ukurannya cukup besar untuk gue habiskan sendiri. Bacon ini langsung dicari beliau dari supplier luar negeri. Kualitas bacon di lokal kurang cocok dengan self satisfaction Ibu Elly.
Karena daritadi kami hanya menikmati air mojito yang diberi lemon/jeruk nipis, kami meminta sesuatu yang lebih berbeda. Jus Buah Naga dan “Happy Soda”, yang kalau diterjemahkan ya artinya Soda Gembira. Buat yang tidak tahu, Soda Gembira itu sejenis minuman yang bersoda (kebanyakan menggunakan merk F*nta) yang dicampurkan dengan susu atau es krim. Bisa dibilang seperti F*nta float.
Ibu Elly melanjutkan kembali ceritanya kepada kami (ternyata beliau suka sekali ngobrol-ngobrol :D). Suami Ibu Elly saat ini sedang berada di Malaysia. Menjalankan bisnis yang juga merupakan bisnis F&B, restoran and really into Blues.

Our conversation had to end after dessert. Menu alpukat ini merupakan favorit gue (selain dari semua porky goodness tadi). Sebuah penutup yang manis dari perbincangan hangat dan makanan-makanan menakjubkan yang disampaikan Ibu Elly kepada kami.
Nah, untuk kamu yang mau ke tempat ini, tidak sulit menemukan lokasinya. Dari Brig. Zein Hamid belok ke arah Simpang Pos dan menuju ke Jalan Jamin Ginting Km 8,5. Temukan U-turn pertama dan Sabas Cafe berada di sebelah kiri jalan.
Sabas Cafe (@sabascafemedan)
Jalan Jamin Ginting Km 8,5
#nonhalal
Lokasi: https://goo.gl/maps/x3ju4dXJVCC2