Ternyata bantuan GPS dan sepenggal ingatan yang samar-samar dari Hardy, salah satu anak MaMa, tidak mampu mengantarkan kami ke depan pintu gerbang kemerdekaan perut kami dari rasa lapar. Singkatnya, kami nyasar.
Setelah kami belok sana sini masuk ke jalan-jalan arteri, akhirnya kami menemukan titik cerah. Sebenarnya tidak sulit amat ditemukan, hanya saja jalannya yang kecil dan memiliki banyak simpang cukup membingungkan. You may try to follow our guide by the end of this article. Keep reading.

Jauh banget dari bayanganku yang berpikir tempatnya bakalan acak-acakan dan cenderung terlihat kotor, ternyata tempat ini sebaliknya. Ruangan utamanya bersih dan dapur tempat meracik Mie Sop juga ditata rapi. Mungkin akan terasa sedikit gelap karena ruangannya agak tertutup dan hanya menyisakan ventilasi kecil di bagian atas untuk jalan masuk cahaya.
Okay, we move to the main topic, the foooooood. Buat kamu yang belum tahu, mie sop itu bedanya sama mie bakso adalah dia nggak pake bakso. Ya kalo pake bakso ya namanya mie bakso. Jadi mie sop itu isinya daging ayam saja.
Menurut gue pribadi sih, kesulitan terbesar jualan mie sop itu ada di kuahnya. Since they don’t use any meatballs as the main hero, jadi otomatis nilai jualnya tidak terletak pada bakso dan justru pada kuahnya. Nah, Bu Tuti ini berhasil meracik kuah baksonya secara apik dan mampu memenangkan hati kami semua yang datang saat itu.

Dan tidak hanya aroma kuahnya yang mengejutkan, jumlah potongan ayam yang diberikan juga sangat generous. Seketika mata kami berbinar dan semakin memicu cacing di perut kami untuk demo nggak karuan. Langsung saja deh sesuap demi sesuap kami jajah mie sopnya.
Perlu dijadikan catatan, ayamnya sangat empuk untuk ukuran mie sop kalo dibandingkan dengan ayam di tempat lain yang agak alot (apa lagi yang main hero-nya bukan ayam).

Sebagai pendamping makanan kami, kami pesan seporsi hati ayam dan ampelanya. Sama seperti daging ayamnya tadi, jumlah yang diberikan bener-bener nggak pake logika, dermawan banget Bu Tuti ini. Apalagi soal harganya, cuma 6ribu doang semangkok gini. Sungguh sebuah cahaya surga bagi penikmat makanan di kota Medan. Kalo semua penjual makanan di Medan kek gini mah gendot lahhhh.


Kata Bu Tuti, beliau sudah berjualan mie sop sejak tahun 1983. Kalo diitung-itung sudah 35 tahun Bu Tuti memanjakan lidah pelanggannya.
Sempat ada salah satu dari kami yang mengatakan bahwa harganya yang bersahabat disesuaikan sama target marketnya yang merupakan warga lokal. Kalo menurut gue, di luar dari benar tidaknya, Bu Tuti memang sosok dermawan karena pedagang pada umumnya udah pasti mengurangi bahan baku makanannya untuk disesuaikan dengan harganya.

Anyway, sate rendangnya boleh kamu coba juga. Ada dari kami yang mengatakan kalo satenya agak asin tapi gue sendiri suka sih sama satenya. Jajanan seperti keripik dan kerupuk mie yang dijajakan di dekat pintu masuk juga merupakan pilihan yang tepat untuk menambah rasa Mie Sop-mu. Harganya sangat-sangat masuk di akal dan masuk di budget.


Oh ya, soal lokasinya cukup susah susah gampang. Kamu bisa masuk melalui jalan Karya Pembangunan (sebelah Hermes Place Polonia), lalu berbelok ke Jalan Karya Dharma, belok ke Jalan Karya Sejati dan terakhir belok kanan ke Jalan Karya Bersama. Ikuti saja jalan itu dan perhatikan sebelah kanan jalan, perhatikan tulisan Mie Sop Bu Tuti yang agak sedikit tertutup.

Ada info soal tempat-tempat lain yang seperti ini? Sebuah legenda yang tidak terpublikasi? Kasih tahu kami ya dengan komentar di bawah. ^^
Mie Sop Bu Tuti
Jalan Karya Bersama, Gang I
Buka: 10.00-21.00 WIB
#halal
Lokasi: https://goo.gl/maps/diSVzuUMjwR2